Darurat Tambang Timah Liar – MAJALAH Berita ONLINE
DCIM100MEDIADJI_0072.JPG
Jakarta, Berita – Bicara soal sengkarut penambangan timah, nyaris tiada habisnya. Aksi penambangan timah secara ilegal makin ke sini makin mengkhawatirkan.
Terbaru, Kepolisian Resort (Polres) Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membekuk belasan orang penambang liar yang beroperasi di sekitar kawasan Sungai Pemali, tepatnya di Kolong Dam I Pemali.
Tim gabungan polisi bergerilya selama dua malam melakukan penyisiran. Hasilnya, sebanyak delapan unit mesin tambang timah jenis sebu diamankan bersama tujuh orang pemilik dan enam pekerja. Malam sebelumnya, polisi menemukan dua unit alat tambang yang ditinggal kabur tuannya.
“Barang bukti yang berhasil kami amankan berupa mesin tambang tradisional dan peralatan lain yang digunakan untuk mencari bijih timah,” ungkap Kapolsek Pemali, IPTU Judit Dwi Laksono pada Selasa (14/11).
Pada saat yang bersamaan, Tim Polisi Hutan (Polhut) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bubus Panca merazia lokasi tambang ilegal di Parit 40 Matras, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Sejumlah penambang liar yang tengah bekerja, seketika kocar-kacir berusaha kabur saat digerebek petugas, dan akhirnya berhasil diamankan.
Kepala Seksi Perlindungan Hutan KPHP Bubus Panca, Rahadian mengatakan, pihaknya akan memberikan tindakan represif kepada para pencoleng tersebut. Ada tiga metode yang dilakukan dalam menertibkan aktifitas ilegal di kawasan hutan produksi itu. Mulai dari sosialisasi, peringatan, hingga tindakan tegas.
“Penambangannya harus kita hentikan karena di wilayah yang keliru. Ini masuk kawasan hutan produksi,” bebernya.
Tim KPHP Bubus Panca sudah beberapa kali melakukan tindakan pencegahan di Parit 40 Matras. Sayangnya, upaya tersebut tidak berjalan sesuai harapan. Bahkan, jumlah para penambang terus bertambah menggarong ladang hutan produksi.
Rencananya, di lokasi tersebut bakal ada penanaman sebanyak empat ribu batang pohon jenis kayu putih hingga akhir tahun ini. Untuk itu, Tim KPHP Bubus Panca akan menertibkan aksi tambang ilegal.
“Harus bersih dari aktifitas ilegal, terutama penambangan. Efek penambangan membongkar, merusak, merubah bentang alam. Kita berusaha menutup bentang alam dengan memperbaiki dan menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Rahadian.
Lalu soal tambang timah ilegal yang berada di wilayah perairan atau laut. Belum lama ini, Satuan Polisi Perairan (Polair) Polres Bangka Barat menyita sebanyak 15 unit ponton ilegal. Seluruhnya diboyong ke markas Polair sebagai barang bukti. Sebelum itu, Polair juga sempat mengamankan sebanyak 60 unit ponton selam dalam razia di perairan Belo Laut, Muntok.
Menurut Kepala Satuan Polair Polres Bangka Barat, Iptu Yudi Lasmono, upaya penertiban terhadap tambang ilegal terus dilakukan. Penyitaan merupakan upaya penegakan hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah perairan.
“Semua barang bukti dalam keadaan lengkap dan kita amankan,” ujar Yudi.
Selain penyitaan, polisi juga sebelumnya sudah menetapkan enam tersangka terkait penambangan timah ilegal. Mereka adalah pemilik ponton isap produksi timah tambang laut.
Keenam tersangka ini digerebek saat sedang menambang timah di kawasan Tembelok dan Keranggan, Muntok. Lokasi yang ditambang merupakan kawasan pelabuhan dan tangkap ikan nelayan. Sebelum turun tangan, polisi sempat memberikan teguran agar penambangan ilegal tersebut dihentikan.
Namun, para pemilik ini justru menantang polisi. Teguran aparat tidak digubris. Kemudian, mereka kembali secara terang-terangan menambang timah. Kemudian, polisi ambil langkah tegas dan mengamankan 12 unit ponton serta para tersangka.
“Total ada 6 orang yang telah ditetapkan tersangka. Mereka semua pemilik ponton timah yang beroperasi secara ilegal di kawasan Keranggan dan Tembelok, Muntok,” jelas Kasat Reskrim Polres Bangka Barat AKP Ogan Arif Teguh Imani.
Berdasarkan pengakuan para penambang liar di Parit 40 Matras, aktivitas tambang timah ilegal disokong oleh oknum aparat tentara. Sebelum bekerja, mereka menyetorkan sejumlah uang agar bisa menambang. Besarannya sekitar Rp 300 ribu untuk tiap penambang. Ditambah lagi, ada kesepakatan pembagian hasil tambang pasir timah, jumlahnya sebesar 20 persen.
Sebagai gambaran, dalam satu hari, penambang bisa mendapatkan timah sebanyak 20-30 kilogram, paling kecil mendapat 2-3 kilogram. Meski demikian, para penambang mengaku tidak mendapat jaminan perlindungan dari oknum aparat tersebut, termasuk jika terjadi penertiban atau peralatan tambang yang hilang.
“Kalo sore hari, ada yang datang ambil potongan hasil timah. Misalnya 20 kilogram mereka ambil 4 kilogram. Tidak ada jaminan, kami juga lelah kalau ada kabar penertiban, harus bongkar mesin, angkat. Masuk lagi. Begitu seterusnya,” ungkap salah satu penambang yang tak ingin disebutkan namanya.
Aktivtas penggarongan timah secara ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga merugikan negara. Kehadirannya makin sulit dibendung bila aparat penegak hukum terlibat ikut menyokong.
Bau Janggal Niaga Timah
Babel Resources Institute mengendus ada banyak kejanggalan soal tata kelola timah. Banyak perusahaan yang pegang lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kecil, tapi justru bisa mengeskpor ribuan ton timah.
“Ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektare, bahkan ada yang di bawah seribu hektare,” kata Direktur Babel Resources Institute, Teddy Marbinanda.
Ia mencatat, selama kurun 2022 total ekspor timah nasional mencapai 74.408 ton. Dari jumlah itu, perusahaan pelat merah PT Timah Tbk selaku pemegang IUP terbesar, hanya mengekspor 19.825 ton, sementara gabungan smelter swasta mencapai 54.255 ton.
Selanjutnya, pada semester pertama tahun ini, terhitung sejak Januari hingga Juni, angka eskpor PT Timah Tbk tercatat sebanyak 8.307 ton dan gabungan smelter swasta 23.570 ton.
Ketimpangan angka ekspor dengan luasan lahan produksi terlihat mencolok dengan PT Timah Tbk sebagai pemegang konsesi terbesar dengan IUP 472 ribu hektare. Sedangkan gabungan smelter swasta, dari sepuluh perusahaan sampel yang dicatat Babel Resources Institute, luas IUP mereka tidak mencapai 18 ribu hektare.
Adapun perusahaan swasta yang memegang IUP cukup luas yakni MSG (7.336 hektare), sementara yang paling sedikit BBTS (132 hektare), VIP (400 hektare), MSP (527 hektare) dan RRP (543 hektare).
Berdasarkan volume ekspor tahun 2021, BBTS tercatat mengeskpor 1.799 ton dan 1.815 ton pada semester pertama 2022. VIP mengeskpor 3.168 ton selama 2021, dan 968 ton pada semester pertama 2022. Kemudian MSP mengekspor 2.414 ton selama 2021 dan 2.815 pada semester pertama 2022. Selanjutnya, ada RRP yang mengeskpor 1.608 ton pada 2021 dan 1.197 pada 2022.
“Kalau kita lihat di lapangan, bahkan pakai drone, tidak terlihat aktivitas penambangan yang signifikan. Tapi angka eskpornya bisa tinggi,” ujar Teddy.
Terkait temuan kejanggalan itu, Teddy berharap pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap persetujuan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan. Sebab kesempatan ekspor termuat dalam RKAB yang telah disetujui oleh Kementerian ESDM.
“Jangan sampai hasil tambang ilegal atau tambang dari IUP PT Timah yang sangat luas, justru bocor ke pihak yang tidak bertanggungjawab,” beber Teddy.
Janji Manis Pejabat Anyar
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Babel, Irjen Pol Tornagogo Sihombing dan Pejabat Gubernur Babel, Safrizal Zakaria Ali
Semrawutnya tata kelola timah selalu menyedot perhatian siapa saja yang datang, termasuk para petinggi pemerintahaan atau aparat penegak hukum yang baru menjabat.
Pengelolaan tambang timah kini menjadi sorotan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Babel, Irjen Pol Tornagogo Sihombing dan Pejabat Gubernur Babel, Safrizal Zakaria Ali. Keduanya belum lama ditunjuk untuk mengemban amanah di Pulau Lankar Pelangi itu.
Secara khusus, Irjen Pol Tornagogo berjanji bakal menuntaskan persoalan tambang ilegal. Ia akan mengambil langkah tegas lewat penindakan hukum.
“Persoalan penambangan ilegal menjadi fenomena yang terjadi di mana-mana. Ini yang akan menjadi pekerjaan rumah kita nanti, untuk bisa meluruskan dan kita akan mengedepankan tindakan hukum,” ungkapnya, dikutip Selasa (28/11).
Ia mengapresiasi jajarannya yang sudah sangat sering melakukan penindakan aktivitas tambang timah ilegal. Tim Polda Babel sedang menyiapkan rencana dan strategi untuk membereskan para penggagorong timah.
“Kami sedang pelajari,” jelas lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1990 itu.
Sebagai gambaran, dalam kurun beberapa bulan terakhir, pihak kepolisian telah mengamankan puluhan ponton dan menyeret pemiliknya menjadi tersangka. Langkah tersebut diklaim sebagai bukti serius kepolisian untuk menindak tegas penambangan tanpa izin.
Sementara itu, Pejabat Gubernur Babel, Safrizal Zakaria Ali berjanji akan melakukan pengawasan dan pengendalian operasional, mulai dari hulu hingga hilir tambang timah, termasuk tahap pascatambang.
“Saya perlu mendalami lebih dalam lagi. Berdiskusi sudah, baik dengan perusahaan PT Timah Tbk,” jelasnya
Selain membuka kesempatan diskusi dengan perusahaan pelat merah itu, ia juga mendatangi lembaga swadaya masyarakat, penggiat dan budayawan guna mendengar suara dari akar rumput terkait tata kelola penambangan timah. Fokusnya menyoroti soal dampak penambangan terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Saya juga berdiskusi bagaimana sebaiknya tata kelola ini memberikan manfaat bukan hanya bagi negara tapi juga kepada provinsi,” tegas eks Pejabat Gubernur Kalimantan Selatan itu.
Menurutnya, salah satu strategi untuk memanfaatkan lahan-lahan bekas tambang sebagai lumbung pangan. Untuk mencapai itu, pihaknya akan terlebih dahulu menyusun peta jalan.
“Saya sudah memerintahkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk mengkaji bagaimana sisa tambang bisa ditanami tanaman yang cocok, mungkin salah satunya strategi menanam sorgum yang juga bisa sebagai ketahanan pangan kita,” jelasnya.
Fokus penataan timah, sambung Safrizal, bukan hanya di area tambang darat, tetapi juga tambang laut. Kemudian soal pengoptimalan potensi mineral ikutan yang terkandung dalam komoditas timah.
“Kita rapikan secara regulasi yang ada sehingga akan menambah pendapatan daerah,” ungkapnya.
Janji manis Irjen Pol Tornagogo Sihombing soal penanganan tambang timah ilegal, dan Safrizal Zakaria Ali soal penataan lahan bekas tambang, patut dicatat untuk ditunggu realisasinya.