Saham Bank Mini Ambles Berjamaah, Pesta Sudah Kelar?
Jakarta, CNBC Indonesia – Saham-saham emiten bank mini, dengan modal inti di bawah Rp 6 triliun, melorot ke zona merah pada awal perdagangan hari ini, Senin (20/12/2021). Para investor tampaknya melakukan aksi ambil untung setelah saham tersebut cenderung menguat sepanjang pekan lalu.
Berikut saham-saham bank mini yang melemah berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 09.19 WIB.
-
Bank Amar Indonesia (AMAR), saham -6,67%, ke Rp 490/saham
-
Bank Maspion Indonesia (BMAS), -6,67%, ke Rp 2.520/saham
-
Bank QNB Indonesia (BKSW), -5,79%, ke Rp 228/saham
-
Allo Bank Indonesia (BBHI), -3,11%, ke Rp 7.000/saham
-
Bank MNC Internasional (BABP), -2,91%, ke Rp 200/saham
-
Bank Ganesha (BGTG), -1,76%, ke Rp 334/saham
-
Bank Jago (ARTO), -1,73%, ke Rp 15.625/saham
-
Bank Aladin Syariah (BANK), -1,20%, ke Rp 2.460/saham
-
Bank Jtrust Indonesia (BCIC), -0,88%, ke Rp 226/saham
-
Bank Raya Indonesia (AGRO), -0,75%, ke Rp 1.985/saham
-
Bank Ina Perdana (BINA), -0,74%, ke Rp 4.010/saham
-
Bank Capital Indonesia (BACA), -0,71%, ke Rp 278/saham
-
Bank Artha Graha Internasional (INPC), -0,70%, ke Rp 141/saham
-
Bank Bumi Arta (BNBA), -0,70%, ke Rp 4.250/saham
Saham AMAR menjadi yang paling ambles, yakni hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 6,67%, melanjutkan pelemahan dalam 2 hari terakhir. Sebelum ini, saham AMAR melesat selama 4 hari beruntun atau dalam periode 10-15 Desember 2021.
Saham BMAS juga terkena batas ARB 6,67% ke Rp 2.520/saham, usai melejit selama 6 hari berturut-turut. Dalam sepekan, saham ini melonjak 31,94%.
Setali tiga uang, saham BKSW juga ambles 5,79%, usai melesat 11,01% pada Jumat (17/12) pekan lalu.
Saham BBHI dan BABP juga masing-masing turun 3,11% dan 2,91% pagi ini.
Narasi bank digital yang terus berkembang sejak awal tahun ini dan ketentuan regulator soal pemenuhan modal minimum bank menjadi katalis utama melonjaknya saham-saham bank mini.
Memang, tahun 2021 menjadi momentum yang menjanjikan bagi bank digital seiring dengan tren digitalisasi dan ramainya akuisisi sejumlah investor global untuk masuk ke bank digital.
Bukan hanya investor perbankan, investor korporasi non-bank, konglomerat hingga perusahaan rintisan alias startup berlomba-lomba masuk berinvestasi ke bank digital.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan bank untuk memiliki modal minimal Rp 2 triliun jika tak mau turun kasta menjadi BPR alias Bank Perkreditan Rakyat.
Adapun untuk 2022, modal minimal mencapai Rp 3 triliun sebagaimana termaktub dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Emiten bank mini terus dikejar waktu untuk memenuhi tenggat kewajiban modal minimum tersebut per akhir tahun ini atau tinggal sepuluh hari lagi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa keuangan (OJK) Heru Kristiyana menjelaskan, proses bank-bank tersebut meningkatkan modal inti terus berjalan.
Heru menambahkan, upaya meningkatkan modal inti tersebut dilakukan oleh bank dengan melakukan konsolidasi atau mencari partner strategis.”Semua bank itu sudah mengarah ke sana, saya yakin benar, pasti mereka akan memenuhi aturan kita. Kalau tidak penuhi sanksi berat, turun kelas menjadi BPR,” kata Heru Kristiyana, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis (25/11/2021).
Berdasarkan data CNBC Indonesia, setidaknya masih terdapat 13 bank yang saat ini belum memenuhi ketentuan permodalan minimal ini. Untuk menyebut beberapa, ada Bank Ina, Bank Ganesha, Bank Capital Indonesia, Bank MNC Internasional, dan Bank Aladin Syariah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(adf/adf)