ANTAM Bangun Pabrik Baterai Terintegrasi Pertama di Indonesia, Begini Strategi Pendanaannya
Jakarta, TAMBANG – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Nico Kanter menyampaikan bocoran modal yang akan digunakan untuk pembangunan pabrik baterai terintegrasi pertama di Indonesia. Hal ini dia katakan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (12/9).
“Untuk modalnya, karena kita memiliki resources-nya, nanti kita akan monetize. Jadi resources yang kita miliki itu akan dibantu oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik-red) maupun konsultan-konsultan technical kita, sehingga bisa dihitung berapa nilai yang 49 persen itu nanti kami akan inves di waktu pembangunan RKEF maupun HPAL-nya,” kata Nico.
Di sektor hulu, ANTAM melakukan Joint Agreement dengan PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL). Di sini saham ANTAM mencapai 51 persen, sementara 49 persen akan dimiliki CBL atau LG.
“Jadi nanti di joint venture-nya kita akan memliki 51 persen dan CBL atau LG akan memiliki 49 persen,” ujarnya.
Nico pun menceritakan mengapa perusahaan menggandeng CBL. Kata dia, Perusahaan asal Cina tersebut merupakan perusahaan nomor satu di dunia dalam membuat baterai kendaraan listrik.
“Kita di bulan Maret telah menandatangani dua framework agreemant. Pertama dengan CBL, perusahaan yang berbasis di Cina, ini perusahaan nomor satu di dunia yang memproduksi baterai electric vehicle,” terangnya.
Adapun kerja sama di sektor hilir, mega proyek ini akan membangun smelter baik berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) maupun High Pressure Acid Leaching (HPAL). Dalam proyek ini, ANTAM dan Indonesia Battery Corporation (IBC) memiliki saham sebesar 40 persen dan 60 persennya akan dimiliki CBL, CATL maupun LG.
“Nah di joint venture ini komposisi 40 persen di kita antam dan IBC, 60 persen akan dimiliki oleh baik CATL maupun CBL maupun LG. Turun terus sampai ke prekursor dan ke baterainya dan persentasinya akan semakin kecil,” beber Nico.
Nico pun meminta dukungan agar proyek ini berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Sehingga impian pemerintah memiliki industri terintegrasi dari hulu sampai hilir di bidang kendaraan listrik segera terwujud.
“Kami mohon dukungan, karena ini merupakan projek pertama, rojek legacy yang akan berdiri di Indonesia di bidang baterai electric vehicle,” ungkapnya.
Lebih jauh Mantan komisaris Vale ini menyatakan bahwa produk turunan nikel selama ini masih sebatas stainless steel. Stainless steel atau baja besi ini berasal dari nikel kelas dua, sementara nikel kelas satu merupakan cikal bakal bahan baterai kendaraan listrik.
“Namun nikel yang kelas satu adalah nikel yang diproduksi menjadi MHP, bahan-bahan yang digunakan menjadi prekusor atau katoda yang akhirnya menjadi electric vehicle atau baterai. Jadi yang keas satu ini di indonesia memang belum ada. Belum ada pabriknya juga. Tapi kita ini kemarin yang menandatangani., PT Antam dan IBC,” ujarnya.