Menteri Bahlil Minta Proses Hukum Oknum Penyelundup Nikel Ilegal ke Tiongkok
Tambang Nikel Agata Mining Venture Inc di Filipina. Foto: tvird.com.ph
Jakarta, Berita – Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia meminta penegak hukum untuk memproses oknum yang menjual ore nikel ke Tiongkok. Diketahui ekspor bijih nikel ilegal yang mencapai 5,3 juta ton itu berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
“Kalau masih ada yang seperti itu, proses saja secara hukum,” jelas Bahlil saat ditemui di Gedung BKPM, Jumat (30/6).
Bahlil mengaku pihaknya tidak tahu kalau masih ada perusahaan yang mengekspor ore nikel karena sudah jelas dilarang sejak Januari 2020.
“Pemerintah tidak tahu sama sekali karena kami sudah sepakat untuk melarang ekspor itu sebenarnya Oktober 2019, kemudian legal formalnya dilakukan di Januari 2020,” beber dia.
Bahkan timnya di Kementerian BKPM belum menerima laporan resmi terkait kasus ini. Dia pun tidak menjelaskan apakah penyelundupan ini disebabkan lemahnya pengawasan, terutama di lapangan.
“(Apakah kasus ini karena kecolongan pengawasan) Saya tidak tahu. Gini saja, seandainya terjadi, proses hukum, negara ini kan negara hukum. Tim saya tidak pernah dapat laporan, kalau itu ada, proses hukum saja,” ungkapnya.
Sementara itu, sekretaris asosiasi penambang nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menduga nikel yang dijual secara ilegal itu bukan bijih, tapi nikel olahan berupa nickel pig iron (NPI). Ini didasarkan pada kode yang digunakan bertuliskan HS kode 2604.
“Kode HS 2604 ini kan untuk nikel olahan atau nickel pig iron,” ucapnya dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Kendati begitu dia mendorong pemerintah supaya memberi sanksi kepada oknum perusahaan bersangkutan. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang dengan cara menahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Sebelumnya, KPK menduga ada sebanyak 5,3 juta ton bijih nikel (nickel ore) yang diekspor ke China secara Ilegal sejak Januari 2020-Juni 2022. Aktivitas ekspor tersebut menjadi ilegal karena sejak 2020, pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel sebagai salah satu langkah hilirisasi sektor pertambangan.