Diperbarui, Kerja Sama Industri dan Energi Indonesia-China •
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, bertukar cendera mata dengan Menteri Industri dan Teknologi Informasi Republik Rakyat China, Jin Zhuanglong, usai melakukan pertemuan bilateral di Shenzhen, China, Selasa (4/7).
Jakarta, – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, berharap kerja sama antara Indonesia dan China dapat semakin ditingkatkan melalui beberapa kolaborasi potensial di sektor industri yang ditawarkan. Pasalnya, kerja sama antara kedua negara yang selama ini telah terbangun mampu menciptakan lapangan kerja serta memperkuat hilirisasi di Indonesia.
Hal itu disampaikan dalam pertemuannya dengan Menteri Industri dan Teknologi Informasi (Minister of Industry and Information Technology/MIIT) China, Jin Zhuanglong, Selasa (4/7) lalu. Pertemuan ini merupakan salah satu agenda dari rangkaian kunjungan Menperin ke China.
“Pada pertemuan dengan Menteri Jin Zhuanglong, setidaknya ada empat inisiatif baru kerja sama industri yang ditawarkan oleh MIIT. Indonesia menyambut baik tawaran kerja sama yang disampaikan China,” ungkap Agus, Kamis (6/7).
Empat inisiatif yang ditawarkan China meliputi kelanjutan ASEAN China Forum on Emerging Industries dan Ministerial Dialogue on Industry, penguatan kerja sama pada emerging industries, kerja sama terkait dengan Industri 4.0 dan New Energy Vehicle (NEV), serta kerja sama terkait photovoltaic (PV).
Menperin juga menyambut peluang untuk mengoptimalkan kerja sama yang telah terjalin sebelumnya, di antaranya di bidang Electric Vehicle (EV) dan New Energy Vehicle (NEV). Indonesia menargetkan untuk menjadi hub produsen kendaraan listrik di kawasan yang berdaya saing global. Kebijakan ini memberikan ruang bagi kerja sama, yang dalam kesempatan ini ingin dijalin dengan Pemerintah China dan sektor swastanya.
Sejalan dengan upaya transformasi teknologi industri untuk memperkuat Industri 4.0, Menperin menyambut inisiatif kerja sama yang ditawarkan, yakni mengundang industri teknologi informasi di China untuk meningkatkan investasi di Indonesia.
“Kami melihat industri asal China memiliki kekuatan besar di sektor ini, misalnya Huawei yang sebelumnya telah kami kunjungi pabriknya,” jelasnya.
Kesiapan Indonesia dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik merupakan modal penting bagi kerja sama dengan China. Di sisi lain, China merupakan produsen terbesar EV yang pangsa pasarnya mencapai sepertiga dari produksi global.
“Kerja sama ini akan dapat mewujudkan cita-cita ASEAN menjadi lebih hijau dan berkelanjutan,” papar Agus.
Terkait perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ASEAN-China FTA) yang telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2010, Menperin mengharapkan agar proses perundingan dapat berjalan dengan baik, sehingga mampu menyempurnakan hal yang sudah ada. Khususnya pada isu-isu inisiatif baru seperti ketahanan rantai pasok, ekonomi digital, ekonomi hijau dan konektivitas
Selain tawaran kerja sama dari China, Indonesia turut mengusulkan potensi kerja sama lainnya, yakni terkait industri farmasi dan industri hijau. Berkaitan dengan kerja sama industri farmasi, Menperin menyampaikan bahwa baku obat saat ini belum dieksplorasi, sehingga masih bergantung pada impor.
Indonesia mengharapkan adanya pengembangan investasi dari China untuk bahan baku obat selain paracetamol. Apalagi, sistem kesehatan Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia, menjangkau 240 juta penduduk dengan turnover value mencapai US$ 40 Miliar. Karenanya, pendalaman struktur industri farmasi sangat penting untuk dilakukan.
Kerja sama lainnya yang ditawarkan Indonesia adalah pengembangan industri hijau yang memprioritaskan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Industri hijau juga penting dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan produk hijau serta peraturan tentang praktik berkelanjutan di pasar global seperti Ecolabel, Carbon Tax, Carbon Border Adjustment Mechanism, environmental management system, atau sertifikat lain yang menjamin legalitas sumber daya.
Dalam hal ini, Agus mengharapkan Indonesia-China bisa bekerja sama untuk mengembangkan green products melalui industri bioprospektif yang memproses sumber daya biologis, termasuk tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan. Salah satu potensi sumber daya untuk industri ini yang dimiliki Indonesia adalah rumput laut dan mikroalga yang dapat diproses menjadi bahan baku bio produk, seperti bagi bioplastic, biofuels, dan pupuk.
Dia juga berharap dapat segera berdiskusi bersama dan menghasilkan perjanjian yang mengikat antara kedua negara mengenai pengembangan manufaktur bagi kedua negara, yang mencakup kerja sama akan mencakup pengembangan EV, photovoltaic, talent development, dan industri bioprospektif.