Tahun 2030, Nusa Penida Penuhi 100 persen Listrik dari EBT •

PLTS Hybrid di Nusa Penida dengan kapasitas 3,5 megawatt peak (MWp).

Denpasar, – Pemerintah Bali telah mematok target Net Zero Emission (NZE) tahun 2045. Ini 15 tahun lebih cepat dibandingkan target NZE Indonesia. Malahan, untuk Nusa Penida, telah ditetapkan target 100 persen energi terbarukan bisa dicapai tahun 2030.

Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral, Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan, menyatakan peningkatan bauran energi yang terbarukan yang signifikan diperlukan untuk mencapai ambisi Bali NZE tahun 2045. Apalagi, pemanfaatan energi terbarukan dan prinsip berkelanjutan akan menciptakan citra positif bagi aktivitas ekonomi dan pariwisata.

“Nusa Penida didorong lebih awal untuk mencapai net zero emission dibandingkan Bali Daratan, salah satunya karena isolated dari segi kelistrikan,” ujar Ida Bagus dalam pertemuan bertajuk Towards Bali Net Zero Emission 2045, Jum’at (4/8).

Dalam kesempatan itu, dia memaparkan bahwa sektor energi menyumbang 57 persen dari total emisi di Bali. Karena itulah, Pemerintah Daerah akan lebih fokus dalam mengurangi emisi, di antaranya dengan menargetkan pemanfaatan 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida di tahun 2030.

Institute Essential Services Reform (IESR), yang telah secara aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2019, telah mendata potensi teknis energi terbarukan di Bali terbilang besar hingga mencapai 143 gigawatt (GW). Di antaranya potensi teknis PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp dan penyimpan daya hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) sebesar 5,8 GWh.

Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, pihaknya memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan populasi Nusa Penida yang pada tahun 2022 berjumlah sekitar 62 ribu jiwa akan meningkat. Semakin tumbuhnya sektor pariwisata juga akan meningkatkan permintaan energi, termasuk listrik. Hal ini dapat dipenuhi dengan energi terbarukan.

“Adanya potensi energi terbarukan yang besar dan teknologi pembangkit energi terbarukan yang tersedia, permintaan listrik yang dapat dikelola dan pola beban listrik yang relatif sama antara siang dan malam, serta dukungan PLN, membuat saya memiliki keyakinan yang tinggi bahwa sistem kelistrikan berbasis 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida dapat diwujudkan sebelum tahun 2030,” ungkap Fabby.

Menyinggung kondisi Nusa Penida yang saat ini salah satu kebutuhan listriknya dipasok dari 7 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas total 10 MW, dia menyebut penggantian PLTD dengan energi terbarukan menjadi tantangan tersendiri.

“Tantangannya adalah mengganti 10 MW PLTD yang saat ini beroperasi dalam 2-3 tahun, dan meningkatkan kinerja PLTS Suana sehingga lebih optimal dalam setahun mendatang. IESR sudah melakukan kajian teknis dan hasil kajian menunjukan secara teknis-ekonomis sistem kelistrikan 100 persen energi terbarukan dapat dilakukan di Nusa Penida,” tegas Fabby.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, pimpinan Center of Excellent Community Based Renewable Energy (CORE), menuturkan hasil kajiannya yang menakar potensi PLTS Atap di bangunan pemerintah Nusa Penida bahkan mencapai 10,9 MW. Selain itu, PLTS skala besar juga potensial untuk dimanfaatkan di Nusa Penida.

Menurut Ida Ayu, persoalan lahan untuk memasang PLTS skala besar bisa teratasi dengan ketersediaan lahan yang cukup di Nusa Penida

“PLTS Suana berkapasitas 3,5 MW menggunakan lahan seluas 4,5 hektare. Sementara di Nusa Penida terdapat potensi lahan sebesar 10 ribu hektar untuk PLTS skala besar,” jelasnya.

Dalam mendeklarasikan Rencana Aksi Bali Menuju Bali Net Zero Emissions 2045, Pemerintah Provinsi Bali didukung oleh mitra utama IESR, World Resources Institute (WRI) Indonesia, New Energy Nexus Indonesia. Hadir juga mitra pendukung dari lembaga filantropi global dan nasional, yaitu Bloomberg Philanthropies, IKEA Foundation, Sequoia Climate Foundation, ClimateWorks Foundation, Tara Climate Foundation, dan Viriya ENB.