ICCSC Dorong Indonesia jadi Pelopor CCS di Asia •
Pertamina mulai mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dengan melakukan injeksi perdana C02 di sumur JBT-161, Jatibarang Field, Indramayu, Jawa Barat.
Jakarta, – Pemerintah Indonesia didorong untuk menjadi pelopor penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) di kawasan Asia Pasifik guna menjaga pertumbuhan ekonomi menuju masa depan rendah emisi. Pasalnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk sumber daya karbon, yang menjadi potensi besar bagi penerapan CCS.
Tidak hanya itu, Indonesia juga diberkati dengan lokasi geografis dan geologi yang bagus secara strategis berada di kawasan Asia Pasifik, di mana pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan semakin cepat dalam beberapa dekade mendatang. Indonesia, yang secara geologis kaya akan akuifer asin (saline aquifer), dianggap cocok untuk penyimpanan CO2 dengan kapasitas 80 hingga 100 Giga Ton.
“Visi kita menjadikan Indonesia sebagai pelopor, pemimpin CCS Hub di kawasan,” ungkap Executive Director Indonesia CCS Center (ICCSC), Belladonna Troxylon Maulianda, Jum’at (25/8).
Belladonna menjelaskan, CCS adalah teknologi yang terbukti dapat memungkinkan beberapa sektor dengan emisi tertinggi mengurangi emisinya, seperti industri manufaktur, pembangkit listrik, penyulingan, petrokimia, baja, dan semen, serta sangat menjanjikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Dengan begitu, aplikasi teknologi ini secara signifikan dapat mengurangi jumlah karbon dioksida yang masuk ke atmosfer, sehingga membantu mengurangi efek pemanasan global dan mengarahkan Indonesia menuju visi berwawasan hijau.
Menurutnya, sebagai katalisator, ICCSC terus berkolaborasi menyuarakan dan mendorong percepatan penerapan CCS di Indonesia. Namun, langkah ini juga menghadapi sejumlah tantangan, antara lain berupa tata kelola dan regulasi, kerja sama komersial, fiskal yang atraktif dan bersaing, transportasi karbon, teknologi berskala industri, serta pengembangan CCS Hub di Indonesia, yang menghubungkan berbagai sumber emisi ke lokasi injeksi di Indonesia.
“Kolaborasi dan komitmen aksi yang kuat dari Pemerintah Indonesia, lembaga akademik, sektor swasta dan masyarakat berperan penting mendorong penerapan CCS di Indonesia,” tegas Belladonna.
Dari sektor industri, PT Pertamina (Persero) dan ExxonMobil menyambut prakarsa kolaborasi ini dengan terus berfokus pada pengembangan solusi inovatif menuju masa depan rendah emisi. Pertamina sangat antusias dalam pengembangan program CCS Hub. Alasannya, hal ini tidak hanya sejalan dengan komitmennya menuju Net Zero Emission (NZE) dan Dekarbonisasi, tapi juga dalam rangka mendukung program Pemerintah.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mennyampaikan bahwa salah satu peran aktif Pertamina dalam melakukan implementasi secara aktual terhadap Studi CCS/CCUS telah dibuktikan di lapangan Jatibarang, Subang, Jawa Barat. Teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan menggunakan CO2 di lapangan migas tersebut telah menunjukkan indikasi positif dari reservoir terhadap injeksi CO2 dengan metode Huff and Puff.
Sistem ini telah dilakukan pada dua sumur di lapangan Jatibarang bulan Oktober dan Desember 2022 lalu. Selanjutnya, akan dilakukan pilot interference 2 wells untuk CO2 flooding dan full field scale CO2 EOR.
“ExxonMobil terus mengkaji potensi CCS Hub di Indonesia. Dengan kolaborasi yang baik, Indonesia berpotensi besar menjadi ujung tombak pertumbuhan industri rendah karbon di kawasan. Hal ini memungkinkan Indonesia menjaga pertumbuhan ekonomi sambil menjawab tantangan perubahan iklim,” ujar President ExxonMobil Indonesia, Carole Gall.
Selaras dengan upaya kolaborasi tersebut, ICCSC memprakarsai penyelenggaraan forum bertajuk International and Indonesia CCS Forum 2023 pada 11-12 September mendatang di Jakarta. Forum ini mengusung tema “Pioneering The Energy Landscape Decarbonization Future: Harnessing The Power of CCS Globally for A Cleaner Future and Economic Growth.”