Potensi Panas Bumi bisa Dimaksimalkan melalui Penciptaan Nilai •
Jakarta, – Panas bumi merupakan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) paling berpotensial untuk merealisasikan target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Meskipun memiliki sejumlah keunggulan, namun pengembangan dan pengusahaan sumber EBT ini di Indonesia masih memiliki beberapa kendala dan tantangan, terutama dalam hal keekonomian proyek.
Demikian benang merah dari diskusi yang digagas oleh ReforMiner Institute dengan tajuk “Strategi Penciptaan Nilai Panas Bumi Sebagai Langkah Mendukung Net Zero Emission 2060.” Diskusi tersebut, yang digelar secara hybrid, Senin (15/1), menghadirkan sejumlah pembicara yang memberikan perspektif masing-masing terhadap peran dan posisi industri panas bumi dalam transisi energi nasional.
Sebagai pembicara pertama, Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Julfi Hadi, menekankan pada pentingnya penerapan serta peluang pemanfaatan produk sekunder dan rantai pasok panas bumi melalui optimalisasi value creation (penciptaan nilai), termasuk agenda perbaikan nilai keekonomian proyek.
Sementara Anggota Pengurus Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Yudha Permana Jayadikarta, menyoroti pentingnya dukungan kebijakan serta memastikan transparansi dalam tata kelola perusahaan panas bumi.
Lalu, Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widya Yudha, memandang pengelolaan energi panas bumi di Indonesia sebagai aspek krusial dalam mendukung transisi energi nasional.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, memaparkan terkait informasi terkini mengenai perkembangan dan posisi proses RUU EBET yang diharapkan dapat disahkan pada kuartal satu 2024 serta menekankan pada urgensi penerapan kebijakan yang mendukung pengembangan EBET sebagai bagian dari strategi nasional.
Sebagai penggagas diskusi, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan hadirnya diskusi ini bisa menjadi stimulus positif buat kontribusi sektor panas bumi dalam mendongkrak realisasi bauran energi dari energi baru dan terbarukan di Indonesia. Komaidi juga berharap kesadaran yang muncul ini nantinya bisa memberikan manfaat untuk mendukung terciptanya net zero emission.
“Potensi panas bumi yang kita miliki adalah anugerah alam yang harus disyukuri dan dioptimalkan buat kemajuan negeri dan kemaslahatan publik,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Komaidi juga mengungkapkan beberapa kendala yang menyebabkan keekonomian proyek panas bumi relatif belum kompetitif, diantaranya adalah sulit terjadi kesepakatan harga jual-beli antara pengembang panas bumi dengan PLN sebagai pembeli tunggal, kebijakan yang ada mengharuskan harga listrik EBET bersaing dengan pembangkit fosil, hingga risiko investasi tinggi karena kepastian potensi cadangan yang belum jelas.
“Tingkat keekonomian proyek panas bumi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan global. Rata-rata nilai keekonomian listrik panas bumi di Indonesia untuk kontrak yang baru dilaporkan berada pada kisaran 10 sen US$ per kWh sampai 13 sen US$ per kWh. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia belum cukup kompetitif,” paparnya.
Komaidi menyebutkan optimalisasi penciptaan nilai (value creation) dapat menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki tingkat keekonomian proyek panas bumi, sekaligus membantu merealisasikan pencapaian target NZE Indonesia.
Optimalisasi value creation pada pengusahaan panas bumi global dilakukan melalui sejumlah instrumen dengan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti drilling, well enhancement, power plant, hingga operations. Kemudian lagi perlu adanya perbaikan supply chain dan komersialisasi produk turunan (secondary product) seperti pemanfaatan langsung, green hydrogen production, green methanol production, dan silica extraction.
“Meski demikian, seluruh upaya optimalisasi penciptaan nilai pada industri panas bumi tersebut akan terlaksana jika terdapat perbaikan ekosistem pada industri panas bumi dan kolaborasi yang bersinergis dari para pemangku kepentingan,” ujar Komaidi.
Panas bumi dapat berperan penting dalam upaya mencapai target bauran energi sebesar 23 persen pada tahun 2025. Indonesia yang memiliki potensi panas bumi sebesar 28,4 GW, yang merupakan potensi terbesar di dunia.
Oleh karena itu, webinar ini diusung ReforMiner dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada publik mengenai potensi dan peran strategis energi panas bumi dalam upaya merealisasikan target transisi energi yang telah ditetapkan pemerintah. Sosialisasi panas bumi perlu dilakukan secara masif dan berkelanjutan dengan dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.