CCS Berpeluang Jadi Bisnis Baru di Indonesia •

Jakarta, –  Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam hal penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Storage/CCS). Ini memberikan keuntungan bagi Indonesia karena menjadi peluang bisnis yang baru. Apalagi, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi penyimpanan karbon pada bekas reservoir di lapangan migas yang ada di Indonesia diperkirakan mencapai 577 giga ton.

“Kondisi ini membuat Indonesia memiliki peluang bisnis yang lebih besar dan dapat menjadi leader CCS Hub di kawasan regional,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Troxylon Maulianda, dalam Media Briefing IPA Convex 2024 bertema “CCS Sebagai Peluang Bisnis Baru di Indonesia,” Rabu (27/3).

Menurut Belladonna, ada beberapa faktor yang menjadikan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan proyek CCS dan menjadikannya sebagai peluang bisnis yang baru di masa mendatang. Faktor pertama adalah regulasi.

Dia menjelaskan, Pemerintah Indonesia saat ini sangat agresif dalam menerbitkan berbagai regulasi untuk mendukung percepatan implementasi CCS. Saat ini, Indonesia sudah memiliki 15 proyek CCS yang sedang dikembangkan. Potensi ini hampir sama dengan yang dimiliki Australia.

Lebih lanjut, Belladona menyampaikan bahwa teknologi CCS bukanlah hal yang baru bagi perusahaan minyak dan gas. Malahan, teknologi tersebut sudah diterapkan oleh para perusahaan migas sejak 40 tahun yang lalu.

“Teknologinya sudah mature sebenarnya. Saat ini, kita sedang menunggu cost-nya turun dan memang sekarang sudah mulai menurun,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, Belladona juga menilai bahwa Indonesia sebagai negara yang paling siap untuk mengimplemantasikan CCS dibandingkan negara lainnya di kawasan Asia. Selain memiliki potensi, dukungan dari pemerintah melalui regulasi juga diharapkan dapat mempercepat implementasi CCS.

Selain keunggulan dari sisi geografis dan regulasi, dia optimistis Indonesia akan menjadi leader dalam bisnis CCS di kawasan regional. Pasalnya, Indonesia adalah negara pertama yang bakal mengimplementasikan CCS cross border (lintas batas).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad, mengatakan posisi pemerintah sudah sangat jelas dalam mendukung penerapan CCS untuk menghadirkan energi yang lebih bersih dan sekaligus mengurangi emisi karbon.  Hal ini ditunjukkan dengan insentif yang diberikan kepada para pelaku usaha yang bersedia menerapkan teknologi CCS.

“Pak Menteri ESDM sudah menetapkan keputusan bahwa biaya CCS dapat masuk dalam cost recover,” kata Noor Arifin.

Sebagai informasi, Kementerian ESDM baru saja menerbitkan angka Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024 sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang sangat besar ini diyakini dapat mendukung secara signifikan target penurunan emisi dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait Penyelenggaraan CCS pada wilayah izin penyimpanan karbon. Ditargetkan, Juli nanti sudah terbit Permennya.

(Kanan ke Kiri) Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Troxylon Maulianda, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad, dan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK), Agus Cahyono Adi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong, menyambut baik sikap pemerintah yang sangat kooperatif mengajak pelaku usaha hulu migas untuk membahas pembangunan ekosistem CCS dan CCUS sejak lama.

“Kami ikuti stage dari progres pemerintah. Kita tahu sudah ada Perpres No 14/2024. Hal itu critical karena regulasi harus ada. Tetap, investor tetap akan melihat apakah ini peluang bisnis atau tidak. Memang ada pemain di sektor migas yang mengkhususkan bisnisnya menjadi CCS Hub. Tetapi hal itu memang keharusan buat mereka karena kewajiban untuk mengurangi emisi. Sekarang bukan saja untuk keperluan sendiri, tetapi juga dapat menerima emisi dari luar migas. Jadi ini bisa menjadi bisnis baru,” jelas Marjolijn.

Sebagaimana diketahui, Peraturan Presiden Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon telah diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Sebelumnya, Menteri ESDM juga telah menerbitkan Peraturan Menteri No 2 Tahun 2023 tentang tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, Serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta Pedoman Tata Kerja SKK Migas No 70 Tahun 2024 terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS pada Wilayah Kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama.