Opini : Potensi Tambang Untuk Ketahanan Nasional
Oleh; Edi Permadi*
INDONESIA akan merayakan HUT Kemerdekaan ke-79 tahun. Bangsa ini telah melangkah cukup panjang dan melewati berbagai situasi. Salah satu yang masih sangat lekat dalam ingatan kita adalah ketika bersama masyarakat dunia harus menghadapi Pandemi Covid-19. Situasi yang benar-benar membuat semua bangsa di dunia menghadapi situasi sulit. Namun Indonesia menunjukkan semangat pantang menyerah dan sukses keluar dari kondisi sulit tersebut.
Dibanding negara-negara lain, Indonesia termasuk salah satu yang sukses keluar dari pandemi Covid-19. Dari sisi perekonomian misalnya Indonesia masuk dalam kelompok negara yang lebih cepat pulih dari kontraksi akibat pandemi. Tidak hanya itu, negara kepuluan ini bahkan mencatat pertumbuhan ekonomi positif.
Di 2021, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 3,69 persen. Kemudian di 2022 meningkat menjadi 5.31 persen. Lalu di 2023 sempat mengalami koreksi menjadi 5,05 persen.
Catatan INDEF pada akhir tahun lalu menyebutkan besaran nilai PDB sektor pertambangan dengan kontribusi yang terus meningkat yang terlihat dari data-data berikut. Di tahun 2020 kontribusinya masih di angka 6,43 persen. Kemudian meningkat menjadi sebesar 8,97 persen di tahun 2021. Kontribusinya semakin meningkat pada tahun 2022 menjadi sebesar 12,22 persen. Kenaikan yang sangat significan. INDEF pun dalam kesimpulannya menyebutkan proporsi sektor pertambangan terhadap PDB nasional semakin meningkat dengan kenaikan yang sangat tinggi dalam membentuk nilai tambah (value added) dari sektor tersebut.
*
Indonesia perlu bersyukur karena dianugerahi potensi sumber daya alam tambang yang layak secara ekonomi. Negara ini dikenal sebagai penghasil Batubara sebagai sumber energi. Kemudian di sektor mineral logam, negara ini adalah penghasil emas, tembaga, timah, nikel dan bauksit. Peran Indonesia semakin penting karena komoditi mieral logam punya peran penting sebagai bahan baku untuk pengembangan kendaraan listrik dan energi baru dan terbarukan.
Kontribusi sektor pertambangan semakin besar seiring keberhasilan Pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi. Komoditi nikel menjadi yang paling terlihat. Sudah ada beberapa Kawasan industri yang beroperasi khusus untuk pengolahan nikel. Ada juga yang sedang dibangun. Tidak hanya mengolah nikel kadar tinggi untuk bahan baku baja. Sekarang sudah ada refinery yang mengolah nikel kadar rendah sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Indonesia juga dalam waktu dekat akan ada tambahan dua smelter tembaga dengan produk yang dihasilkan adalah katoda tembaga. Di lokasi yang sama kedua perusahaan ini juga membangun pabrik pengolahan anoda slime yang menghasilkan emas dalam jumlah banyak. Tinggal komoditi bauksit yang sejauh ini masih tertinggal. Saat ini kita baru punya tiga refinery yang mengolah bauksit menjadi alumina dan satu pabrik yang mengolah alumina menjadi aluminium. Masih butuh tambahan beberapa refinery lagi yang sejauh ini pembangunannya masih terganjal pembiayaan. Tentu butuh kolaborasi semua pihak agar potensi bauksit yang kita miliki bisa dimanfaatkan secara optimal.
Di saat Indonesia ingin menjadi sentral dari perekonomian Kawasan dan global, maka modal sumber daya tambang bisa menjadi modal penting. Tugas Pemerintahan baru ke depan bagaimana memperbaiki tata kelola pertambangan. Kemudian terus mendorong hilirisasi sampai ke produk hilir sehingga nilai tambah makin besar dan kontribusi bagi ketahanan nasional akan meningkat.
**
Potensi pertambangan Indonesia yang semakin penting ini harus dikelola dengan baik. Dasar negara Indonesia telah menegaskan hal ini. Secara eksplisit dikemukakan pada pasal 33 UUD NRI 1945 mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Disebutkan semua sumber daya yang dimiliki harus ditujukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh bangsa Indonesia.
Lebih lanjut pada pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Hak menguasai Negara memberi wewenang kepada negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Pasal 33 ayat 3 ini juga menegaskan bahwa negara berwenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan angkasa. Di samping itu negara berwenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Dalam konteks pertambangan, negara melalui pemerintah memegang wewenang untuk menentukan hak, termasuk didalamnya adalah hilirisasi dan industrialisasi mineral.
Sementara secara teoritis Wasantara merupakan suatu wawasan yang bersifat nasional yang dijadikan sebagai landasan konsepsional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang saat ini dijadikan sebagai landasan visional, tersusun secara hierarki dalam paradigma nasional.
Adapun landasan visional Wasantara adalah suatu landasan dalam menerjemahkan cara pandang bangsa Indonesia yang dibentuk dalam dua dimensi pemikiran, yaitu dimensi pemikiran realita (kewilayahan) dan dimensi pemikiran fenomena (pemanfaatan). Wasantara dapat diartikan juga sebagai suatu konsepsi Ketahanan Nasional, wawasan pembangunan bangsa, wawasan pertahanan keamanan, dan juga wawasan dalam kewilayahan NKRI.
Landasan konsepsional Ketahanan Nasional menjadi sangat penting mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi, baik sumber daya alam menurut sifat dapat diperbarui dan yang tidak dapat diperbarui yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Ini termasuk didalamnya adalah kekayaan alam hasil tambang.
Kekayaan hasil tambang yang kita miliki, melimpah mulai dari pulau Sumatera hingga pulau Papua. Secara ekosistem, kondisi kekayaan hasil tambang alam itu posisinya berada di dekat khatulistiwa, yang merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, penyelenggaraan pengelolaan tambang dengan penataan ruang wilayahnya nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan harus berlandaskan Wawasan Nusantara, yaitu dengan mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pengelolaan tambang.
Apabila dikaitkan dengan Ketahanan Nasional, maka hilirisasi mineral mengarah pada terwujudnya Ketahanan Nasional yang sangat tangguh. Oleh karena itu, permasalahan pengelolaan hilirisasi dan industrialisasi mineral dari hulu hingga hilir dengan memperhatikan pasar global sekarang dan kedepan, juga harus dipandang sebagai isu strategis yang harus senantiasa mendapat perhatian yang terkait dengan pengelolaan sumber kekayaan alam.
Penulis adalah Praktisi Tambang dan Taprof Lemhanas RI Bidang Sumber Kekayaan Alam