Proyek Hulu Migas Lebih Sering Direcoki Non Teknis •

Benny Lubiantara.

Jakarta, – Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) membutuhkan dukungan regulasi yang lebih kuat lagi guna menopang kegiatan eksplorasi yang lebih masif. Agar hasil eksplorasi dapat segera diproduksikan maka dibutuhkan payung hukum yang kuat, yakni penyelesaian RUU Migas.

Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara, menyampaikan bahwa saat ini kebanyakan proyek yang ada di long term plan (LTP) tidak ekonomis. Karena itulah, dibutuhkan terobosan dan kemudahan-kemudahan.

“Industri hulu migas membutuhkan terobosan-terobosan agar ada split yang lebih bagus, jika ada kegiatan di open area kenapa tidak beri kemudahan-kemudahan,” ungkap Benny dalam diskusi panel di Indonesia Exploration Forum (IEF) bertajuk “Framing the Future of Indonesia’s Oil and Gas: Massive Exploration for Indonesia Energy Security,Senin (14/10).

Terkait upaya mempercepat penemuan menjadi produksi, menurutnya, hambatan dan tantangan terbesarnya adalah faktor non teknis ketimbang aspek teknis.

Benny mengatakan untuk urusan teknis bisa dipercepat. Contohnya plan of development (POD), sudah bisa diselesaikan dalam hitungan bulan. Sedangkan, untuk non teknis seperti perizinan, amdal dan lainnya, penyelesaiannya tidak dapat diprediksikan.

“Akibatnya meskipun POD sudah disetujui, sering proyek itu delay terus dan belum bisa onstream. Penyebab umumnya di perizinan, amdal, pengadaan yang lama, serta dukungan pemerintah di daerah yang lama. Ketika sekali molor proyek tersebut, maka dipastikan pencapaian target LTP juga akan mundur,” ujar Benny.