Wamen ESDM Yuliot Tanjung Optimalkan Pemanfaatan EBT •
Yuliot Tanjung.
Jakarta, – Sosok Yuliot Tanjung memang kurang dikenal di lingkungan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun keberhasilannya mendampingi Bahlil Lahadalia ketika masih menjabat Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM menjadi alasan bagi Presiden Prabowo Subianto untuk mengangkatnya sebagai Wakil Menteri ESDM.
Sebelumnya, Yuliot adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah mencapai posisi sebagai Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Utama. Kariernya di Kementerian Investasi/BKPM terbilang cemerlang dan pernah menduduki berbagai posisi strategis sejak bergabung tahun 1988.
Yuliot merupakan jebolan sarjana Produksi Ternak Universitas Andalas dan Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen PPM. Pria kelahiran Padang Panjang, 7 Oktober 1963, ini pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan BKPM di Taiwan, Kepala Biro Perencanaan dan Informasi, Direktur Promosi Dalam Negeri, dan Direktur Pengendalian Pelaksanaan Wilayah II.
Di tahun 2014 hingga 2019, dia dipercaya untuk memegang posisi sebagai Direktur Deregulasi Penanaman Modal. Di posisi ini, Yuliot berperan penting dalam deregulasi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia.
Memasuki tahun 2020, Yuliot semakin memperkuat posisinya dengan menjabat sebagai Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, sebelum akhirnya pada 18 Juli 2024, ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Wakil Menteri Investasi Indonesia/Wakil Kepala BKPM, mendampingi Menteri Investasi kala itu, Bahlil Lahadalia.
Meski rekam jejaknya sangat erat terhadap persoalan investasi, namun sosok Yuliot dikenal sebagai orang yang adaptif dan tekun dalam menjalankan tugas. Dia diharapkan bisa membantu membuat kebijakan yang mampu mengoptimalisasi potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di tanah air yang tercatat memiliki proyeksi kapasitas mencapai 3.686 gigawatt.
Selanjutnya, sama seperti Bahlil, Yuliot juga mengemban tanggung jawab untuk melanjutkan hilirisasi yang berbasiskan sumber daya alam untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Kemudian, dia juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi penentangan dunia internasional terhadap beleid hilirisasi, serta mewujudkan harapan dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang meminta untuk meningkatkan lifting migas. Hal ini supaya bisa mengurangi impor migas Indonesia yang tercatat masih cukup tinggi yakni 297 juta barel.