UIN Jakarta Gelar Seminar Nasional Pertambangan: Prospek Pertambangan Berkelanjutan di Indonesia
Jakarta, Berita – Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Nasional Pertambangan bertajuk Prospektif Pertambangan Berkelanjutan di Indonesia. Acara dilaksankan di Auditorium Harun Nasution Kampus Satu UIN Jakarta , Kamis (24/).
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Jakarta, Ali Munhanif menyampaikan bahwa kegiatan yang diinisiasi Progam Studi (Prodi) Teknik Pertambangan ini sebagai respon mencuatnya isu yang tengah berkembang di industri pertambangan.
“Inisiatif dari prodi pertambangan dengan seminar ini sangat diapresiasi seiring dengan berbagai isu pertambangan yang belakangan menjadi mencuat bahkan kontroversial,” ungkap Ali Munhanif dalam sambutannya.
Isu yang dimaksud Ali Munhanif salah satunya pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) batu bara kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan. Kata dia, kebijakan yang mengundang kontroversi perlu didiskusikan di ranah akademik secara utuh.
Coaltrans Asia 2024, APBI Tegaskan Industri Batu Bara Masih Bakal Bersinar
“Terakhir adalah perdebatan mengenai bagaimana tambang khususnya batu bara diberikan izin pengelolaannya pada ormas. Karena itulah conference atau juga debat pertambangan harus terus menerus kita buka,” beber dia.
Menurut Ali Munhanif pengelolaan sumber daya alam termasuk industri pertambangan setidaknya harus menguntungkan negara dan kesejahteraan masyarakat. Ini menurutnya sebagai implementasi pertambangan berkelanjutan yang sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33.
“Supaya kita memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan dalam konteks bagaimana pengelolaan sumber daya alam pertambangan betul-betul pertama menguntungkan pihak berkepentingan khusunya negera dan (kedua) kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Priyadi menyebut saat ini industri batu bara sedang disorot sejalan dengan komitmen net zero emission. Padahal, kata Priyadi batu bara bisa menjadi tulang punggung ketahanan enrgi dan sumber devisa.
“Kita ini dianggap subyek yang mau dihilangin net zeronya. Padahal nikmatnya batu bara dinikmati sebagai ketahanan dan energi sumber devisa. Itu seolah-olah tertutup dengan euphoria itu,” jelas Priyadi.
Industri batu bara menurutnya memiliki multiplier effect signifikan yang menjadikan industri-industri lain berkembang.
“Dengan adanya industri batu bara ini tentunya industri-industri lain berkembang. Ada mining constructor, ada usaha jasa yang lain dan sebagainya,” ujar dia.
Priyadi tidak memungkiri bahwa pemanfaatan energi baru terbarukan dibutuhkan untuk mencapai net zero emission. Namun, sejalan dengan program itu Priyadi menilai batu bara masih dibutuhkan sebagai sumber energi murah dan melimpah.
“Kalau saya secara pribadi bahwa batu bara masih digunakan ya minimal sampai 2060 itu masih menjadi yang murah. Karena infrastruktur untuk energi terbarukan masih minim sekali,” ucap dia.
Turut hadir sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Pertambangan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli dan Direktur Eksekutif Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI), Wisnu Salman.