Ini Solusi Inovatif untuk Dekarbonisasi Transportasi •

Foto bersama peserta kegiatan EnergiXplor ketika melihat secara langsung fasilitas SPKLU PLN.

Jakarta, – Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya membangun strategi dekarbonisasi transportasi yang menyeluruh. Alasannya, sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua di Indonesia pada tahun 2021.

Malahan, kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 menemukan bahwa kendaraan penumpang mengeluarkan 73,1 persen dari total 150 juta ton setara karbon dioksida yang dikeluarkan dari sektor transportasi. Upaya untuk menurunkan emisi di sektor transportasi membutuhkan inovasi teknologi seperti penggunaan kendaraan listrik dan optimalisasi kendaraan umum rendah emisi.

Untuk melihat praktik solusi transportasi rendah emisi, Generasi Energi Bersih (GEN-B) Jakarta Selatan bekerja sama dengan IESR menginisiasi kegiatan EnergiXplor: Menjelajahi Potensi Dekarbonisasi Transportasi Jakarta, Kamis (31/10). Sebanyak 35 peserta yang terdiri dari perwakilan media, mahasiswa, dan komunitas mengunjungi PT Mobil Anak Bangsa Indonesia yang merupakan produsen kendaraan listrik buatan Indonesia, Elders Garage sebagai bengkel konversi motor listrik, Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Gambir, serta MRT Depo Lebak Bulus.

Ketua GEN-B Jakarta Selatan, Gieska Aulia Permana, mengatakan salah satu penyebab tingginya emisi di sektor transportasi adalah masifnya pemakaian bahan bakar fosil seperti bahan bakar minyak (BBM). Mengutip analisis IESR, Gieska memaparkan konsumsi bahan bakar fosil antara tahun 2015 hingga 2020 cenderung naik mencapai 1,2 juta kilo liter per tahun. Penurunan hanya terjadi pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19.

“Penggunaan kendaraan listrik merupakan salah satu upaya menurunkan emisi. Namun penurunannya akan menjadi lebih signifikan jika sumber dayanya juga berasal dari energi terbarukan, seperti energi surya,” ungkap Gieska.

Analis Mobilitas Berkelanjutan IESR, Rahmi Puspita Sari, mengungkapkan untuk mendorong upaya dekarbonisasi transportasi diperlukan kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, adanya mekanisme yang rinci, termasuk alur koordinasi, akan membantu penerapan kebijakan tersebut.

Sementara bagi seluruh pengguna transportasi, Rahmi menyebutkan ada tiga strategi dekarbonisasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu Avoid (Menghindari), Shift (Beralih), dan Improve (Meningkatkan).

Avoid berarti menghindari perjalanan yang tidak perlu. Shift artinya melakukan perjalanan dengan moda transportasi rendah emisi (contohnya transportasi umum). Dan, Improve berarti meningkatkan kualitas kendaraan yang digunakan (contohnya memakai motor listrik).

“Setiap orang bisa berperan dalam mengurangi emisi dengan memilih strategi yang paling cocok dengan kondisi tempat tinggal dan aktivitasnya. Pemerintah juga perlu menyediakan infrastruktur yang mengintegrasikan masyarakat dan ruang publik, misalnya membangun desain ruang kota dengan konsep Transit Oriented Development atau TOD,” jelas Rahmi.