Wärtsilä; Pentingnya Penerapan Teknologi Pembangkit Listrik yang Seimbang Dalam Transisi Energi

Jakarta,Berita,- Wärtsilä, pemimpin global dalam teknologi inovatif dan solusi daur hidup untuk pasar kelautan dan energi baru saja mempublikasi laporan. Laporan bertajuk Crossroads to net zero, membandingkan dua jalur dari tahun 2025 hingga 2050 dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi pemanasan global.

Dalam publikasi tersebut disebutkan pada jalur pertama, hanya energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, dan penyimpanan energi yang ditambahkan ke dalam bauran energi. Kemudian pada jalur kedua, teknologi pembangkitan daya yang seimbang, yang dapat ditingkatkan dengan cepat saat dibutuhkan untuk mendukung energi terbarukan yang terputus-putus, juga ditambahkan ke dalam sistem.

“Pencapaian target nol emisi bersih Indonesia pada tahun 2060 dapat dilakukan dengan teknologi yang ada, yaitu dengan menambahkan energi terbarukan dan teknologi penyeimbang tenaga listrik sambil menghentikan secara bertahap pembangkit listrik yang tidak fleksibel. Memperluas pembangkit energi terbarukan dengan cepat dalam jangka pendek sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih.”terang  Direktur Penjualan Indonesia, Wärtsilä Energy Febron Siregar.   

Sebelumnya dalam hasil pemodelan sistem kelistrikan yang disajikan dalam laporan Rethinking Energy in Southeast Asia, telah telah disebutkan bahwa kapasitas daya terbarukan di Indonesia harus 3-4 kali lebih tinggi dari target 2030 saat ini. Di jaringan Sulawesi, total kapasitas tenaga surya yang direncanakan adalah 300 MW pada tahun 2030. Namun, agar Sulawesi selaras dengan target NZE Indonesia sambil menurunkan biaya sistem, maka target tenaga surya harus ditingkatkan menjadi empat kali lipat dari level ini yakni 1.200 MW pada tahun 2030.

Mengikuti tren yang sama, pemodelan global menunjukkan bahwa sistem tenaga listrik yang mencakup daya seimbang memiliki keuntungan signifikan dalam hal pengurangan biaya dan CO₂. Model tersebut mengungkapkan bahwa jalur ini akan menghasilkan penghematan kumulatif sebesar EUR 65 triliun pada tahun 2050 dibandingkan dengan jalur yang hanya menggunakan energi terbarukan. Hal ini terjadi karena kapasitas energi terbarukan yang dibutuhkan lebih sedikit. Ini akan menghasilkan rata-rata EUR 2,5 triliun per tahun – setara dengan lebih dari 2% PDB global tahun 2024.

Laporan tersebut menguraikan bahwa efektivitas energi terbarukan dapat dimaksimalkan jika didukung oleh pembangkit listrik yang seimbang, yang merupakan kunci dalam meningkatkan energi terbarukan.

Temuan-temuan utama

Ada beberapa tema utama yang disajikan. Mulai dari biaya yang lebih rendah dimana studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan Energi saja, penerapan pembangkit listrik yang seimbang akan mengurangi biaya sistem tenaga listrik di masa depan hingga 42%, yang setara dengan EUR 65 triliun.

Hal lain terkait pengurangan emisi. Penambahan daya penyeimbang dapat mengurangi total kumulatif emisi CO₂ di sektor tenaga listrik antara saat ini dan tahun 2050 sebesar 21% (19 Gt), dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan saja.

Temuan ketiga terkait lebih sedikit energi yang terbuang. Pemodelan menunjukkan bahwa penggunaan daya penyeimbang memungkinkan optimalisasi sistem daya yang lebih baik. Ini Sehingga menghasilkan 88% lebih sedikit energi yang terbuang karena pembatasan energi terbarukan pada tahun 2050 dibandingkan dengan jalur Energi Terbarukan dan Penyimpanan energi saja. Secara total, pembatasan 458.000 TWh akan dapat dihindari, cukup untuk memberi daya kepada seluruh dunia dengan konsumsi listrik saat ini selama lebih dari 15 tahun.

Temuan kelima adalah kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan lebih sedikit. Dengan menambahkan pembangkit listrik yang seimbang, kita dapat mengurangi separuh kapasitas terbarukan dan lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi target dekarbonisasi kita.

Dikesempatan iniAnders Lindberg, Presiden Wärtsilä Energy & Wakil President Eksekutif Wärtsilä Corporation,  menyebutkan meskipun kita memiliki lebih banyak energi terbarukan di jaringan listrik dibandingkan sebelumnya, itu saja tidak cukup. Untuk mencapai masa depan energi bersih, pemodelan kami menunjukkan bahwa fleksibilitas sangat penting.

“Kita perlu bertindak sekarang untuk mengintegrasikan tingkat dan jenis teknologi penyeimbang yang tepat ke dalam sistem tenaga listrik kita. Ini berarti segera menghentikan aset yang tidak fleksibel dan beralih ke bahan bakar berkelanjutan. Pembangkit listrik yang seimbang tidak hanya penting; tetapi juga krusial dalam mendukung tingkat energi terbarukan yang lebih tinggi.”tandas Anders.

Indonesia telah menyadari perlunya gas sebagai bahan bakar transisi, yang berfungsi sebagai jembatan antara batu bara dan energi terbarukan dalam Rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Indonesia berencana untuk memiliki 58 GW energi terbarukan pada tahun 2040. Untuk mendukung pertumbuhan energi terbarukan, rencana tersebut mencakup penambahan kapasitas gas sebesar 20 GW pada tahun 2040. Namun, selama COP29 pada bulan November, pemerintah Indonesia menetapkan tujuan yang lebih ambisius yaitu memiliki 75 GW energi terbarukan pada tahun 2040.

Langkah Nyata Disektor Kelistrikan

Ada beberapa langkah nyata yang harus dilakukan. Disebutkan bahwa daripada hanya berfokus pada percepatan pembangunan energi terbarukan, pemikiran holistik pada level sistem harus diterapkan saat berinvestasi dan merencanakan sistem kelistrikan.

Pertama, memungkinkan percepatan perluasan energi terbarukan dan teknologi penyeimbang untuk memastikan listrik terjangkau. Ini dilakukan dengan perluasan energi terbarukan yang cepat dengan meningkatkan sistem transmisi, menyederhanakan proses perizinan, dan investasi dalam interkoneksi regional.

Kemudian perluas teknologi penyeimbangan jangka pendek dan panjang dengan cepat untuk memastikan keandalan dan ketahanan jaringan. Bersama-sama, teknologi ini mendukung pertumbuhan energi terbarukan yang cepat, mengurangi ketergantungan pada aset yang tidak fleksibel, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara, dan mempercepat pengurangan emisi.

Lalu mobilisasi pembiayaan untuk mengamankan pengembangan proyek energi terbarukan dan seimbang pada skala dan kecepatan yang diperlukan.

Kedua, mendesain ulang pasar listrik untuk memberikan insentif fleksibilitas. Ini dilakukan dengan mereformasi struktur pasar listrik untuk mendukung integrasi energi terbarukan yang lebih baik. Penyeimbangan harus diberi insentif untuk memberikan fleksibilitas penting guna mengoptimalkan sistem energi terbarukan. Kemudian meningkatkan ketelitian pengiriman hingga resolusi 5 menit di pasar grosir energi. Kerangka waktu yang lebih pendek dan lebih tepat untuk penyesuaian harga dan pasokan akan mendukung integrasi energi terbarukan yang bervariasi dan memberi insentif kepada pembangkit listrik penyeimbang yang fleksibel yang dapat merespons dengan cepat perubahan permintaan listrik.

Lalu memperkenalkan layanan tambahan baru untuk menjamin stabilitas jaringan. Selanjutnya menetapkan model pendapatan yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik penyeimbang dengan jam operasi rendah.

Ketiga, pemilihan teknologi yang tepat dan persiapan bahan bakar yang berkelanjutan. Pilih teknologi penyeimbang yang dapat diandalkan di masa depan (future-proof) dan siap untuk memperkenalkan bahan bakar berkelanjutan guna sepenuhnya mendekarbonisasi sektor listrik mulai pertengahan tahun 2030-an dan seterusnya.

Lalu mendukung peningkatan pesat energi terbarukan dan memungkinkan penghapusan bertahap teknologi lama, dengan menggunakan gas alam sebagai bahan bakar transisi untuk pembangkit listrik penyeimbang yang fleksibel. Menjembatani transisi dengan penyeimbangan gas dapat memangkas lebih dari 75% emisi CO2 sektor listrik tahunan pada tahun 2035 (dibandingkan dengan tingkat tahun 2023).

“Indonesia berada pada posisi yang unik untuk mempercepat transisi energi dengan cepat karena memiliki pembangkit listrik bermesin pembakaran internal fleksibel berkapasitas 5 GW, seperti yang terlihat di Lombok, Bali, dan banyak lokasi lainnya. Pembangkit listrik bermesin fleksibel akan memainkan peran penting dalam menyediakan daya penyeimbang. Hal ini akan membantu Indonesia mengintegrasikan lebih banyak sumber energi terbarukan sekaligus mengurangi biaya dan emisi CO2, sehingga semakin mendekati target emisi nol bersih pada tahun 2060,” pungkas Febron.