Dongkrak EBT, DPR Dukung PLN Kembangkan Smart Grid dan Smart Control Center •
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto.
Jakarta, – Komisi VII DPR RI mendukung langkah Pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk membangun transmisi listrik green super grid dan penggunaan teknologi smart grid dan smart control center di Tanah Air. Hal ini dilakukan untuk mengakselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dengan tetap menjaga kehandalan listrik sebagai upaya mencapai net zero emission (NZE) tahun 2060.
“Komisi VII DPR RI mendukung Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, dan Dirut PLN atas rencana pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan termasuk super grid dalam rangka mengoptimalisasi potensi EBT,” ucap Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM dan PLN, Rabu (15/11).
Sugeng juga menyatakan mendukung PLN untuk terus melanjutkan serta memperkuat digitalisasi kelistrikan dan pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan. Tujuannya, untuk implementasi smart grid agar pemanfaatan EBT dapat lebih optimal.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P. Hutajulu, menyebutkan potensi EBT di seluruh Indonesia mencapai 3.687 Gigawatt (GW), yang meliputi surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut. Namun, lokasi potensi EBT yang besar tersebut pada umumnya jauh dari lokasi pusat beban.
Dengan begitu, diperlukan penguatan infrastruktur transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan energi listrik dari lokasi potensi EBT menuju ke pusat beban yang saat ini masih di pulau Jawa. Hal inilah yang mendorong Pemerintah untuk mengembangkan super grid guna meningkatkan konektivitas dan mengoptimalkan potensi EBT di lima pulau utama, yakni Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Bali.
“Dengan membangun interkoneksi antar pulau, sistem kelistrikan kita akan semakin handal dan berkelanjutan. Karena pengembangan super grid dan modernisasi sistem ketenagalistrikan tidak hanya memaksimalkan potensi suplai EBT seperti hidro dan panas bumi, tetapi juga meningkatkan penetrasi pengembangan sumber EBT yang intermiten seperti surya dan angin,” ujar Jisman.
Menurut Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, Pemerintah dan PLN telah menyepakati penambahan pembangkit 75 persen akan berasal dari EBT dan 25 persen dari gas sampai tahun 2040.
Skenario tersebut terangkum dalam skema Accelerated Renewable Energy Development (ARED), di mana pengembangan sistem interkoneksi listrik bersih antar pulau green super grid. Dengan pembangunan tersebut, penambahan kapasitas pembangkit EBT bisa meningkat dari 22 gigawatt (GW) menjadi 61 GW pada tahun 2040.
“Salah satu prioritas tinggi adalah bagaimana Sumatra dan Jawa ini bisa disambungkan. Bagaimana potensi hidro dalam skala yang cukup besar, terutama di daerah-daerah Sumatra bagian utara, Aceh dan Pantai Barat Sumatra ini semuanya bisa dibangun dan kemudian produksi listriknya bisa disalurkan ke pulau Jawa,” jelas Darmawan.
Dia menegaskan, penambahan pembangkit EBT yang berbasis pada surya dan angin bersifat intermiten. Tentunya, hal ini akan memberi tekanan cukup besar pada keandalan sistem kelistrikan PLN saat ini. Adanya intermintensi tersebut membutuhkan inovasi teknologi agar sistem PLN tetap stabil.
Untuk mengatasi hal tersebut, PLN telah merancang pengembangan smart grid dengan smart power plant dan flexible generation yang dilengkapi smart transmission, smart distribution, smart control center dan smart meter. Dengan upaya tersebut, penambahan kapasitas pembangkit surya dan angin bisa meningkat dari 5 GW menjadi 28 GW pada tahun 2040.