EBT, Lokomotif Baru Menuju Swasembada Energi •
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran, Bandung, menggandeng ICMI Jawa Barat untuk melakukan studi pengembangan potensi energi terbarukan di Jawa Barat.
Bandung, – Potensi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia terbuka sangat luas. Pasalnya, meski energi fosil masih menjadi andalan, namun produksi minyak bumi masih lebih kecil dibandingkan konsumsi masyarakat Indonesia.
Demikian disampaikan Kepala Balai Besar Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Harris, dalam diskusi bertajuk “Mampukah Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Jawa Barat Mendukung Kebutuhan Energi Nasional?” Dalam diskusi tersebut yang digelar, Sabtu (7/12), Harris mewakili Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung.
Diskusi energi ini diselenggarakan Forum Komunikasi Alumni (FORKOMA) dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Teknik Geologi (FTG) Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Inovasi Nuklir dan Energi Baru Terbarukan, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (PUSPINEBT ICMI) Organisasi Wilayah Jawa Barat.
Menurut Harris, saat ini pemenuhan kebutuhan energi di Tanah Air masih didominasi oleh sumber energi minyak dan gas bumi (migas) dan batubara yang mencapai sebesar 87 persen. Sedangkan EBT masih berkisar 13 persen.
“Yang perlu dicermati penggunaan minyak sekitar 30 persen dari total energi nasional yang dipergunakan untuk sektor transportasi,” ungkapnya.
Konsumsi minyak yang dibutuhkan sebesar 1,5 juta barel per hari. Padahal jumlah produksi nasional industri hulu minyak hanya berkisar 600.000 barel per hari.
Namun, menurut Harris, Indonesia tidak hanya mengimpor minyak tetapi juga LPG. Malahan kebutuhan LPG sudah tinggi. Sementara sektor batubara yang ketersediaannya masih puluhan tahun lagi dan produksinya mencapai 700 juta ton per tahun (100 juta ton dipergunakan di dalam negeri) dianggap menimbulkan terjadinya emisi gas rumah kaca.
“Pada titik inilah relevansi dikembangkannya EBT yang diharapkan kelak dapat menggantikan peran batubara,” tegasnya.
Harris memaparkan bahwa potensi EBT Indonesia masih cukup besar. Dia memberi contoh energi surya, yang mencapai 3.294 Gigawatt (GW) dan pemanfaatannya 675 MW. Selain itu, terdapat energi angin dengan potensi sebesar 155 GW dan pemanfaatannya mencapai 152 MW. Begitu pula energi hidro, dengan potensi 95 GW dan pemanfaatannya 6.697 MW.
Untuk potensi energi laut sebesar 63 GW dan pemanfaatannya 0 (masih dalam penelitian). Sementara untuk Geo Energi potensinya 57 GW dan pemanfaatannya 3.408 MW. Sedangkan potensi gasifikasi batubara 0 dan pemanfaatannya 250 MW. Untuk panas bumi potensinya mencapai 23 GW dan pemanfaatannya mencapai 2.597 MW.
“Secara total potensi EBT mencapai 3.687 GW dan pemanfaatannya mencapai 13.781 MW. Berdasarkan data tersebut, peluang pengembangan EBT masih sangat terbuka luas,” paparnya.
Potensi Jawa Barat
Dalam kesempatan yang sama, Ketua IKA FTG Unpad, Surya Widyantoro, mengatakan potensi EBT di Indonesia harus dimanfaatkan dan memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Dan ke depannya, pemanfaatan EBT dapat menurunkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Indonesia saat ini sangat bergantung pada bahan bakar fosil seperti minyak dan gas. EBT bisa mengurangi ketergantungan ini dan meningkatkan ketahanan energi nasional,” papar Surya.
Menurut Kementerian ESDM dalam Buku Potensi Panas Bumi, di Jawa Barat ada 11 wilayah yang ditetapkan sebagai WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi). Ke-11 WKP tersebut diantranya WKP Cibeureum Parabakti, WKP Cibuni, WKP Cisolok Cisukarame, WKP Kamojang Darajat dan WKP Pangalengan.
Direktur Pusat Pembinaan EBT ICMI Jawa Barat, Muhammad Irwansyah, mengatakan EBT merupakan pengelolaan energi dan proses alam yang berkelanjutan dan dijadikan sebagai energi alternatif serta bersifat ramah lingkungan, sehingga berkontribusi dalam mengatasi pemanasan global dan mengurangi emisi karbon dioksida.
“Penggunaan Energi baru dan terbarukan harusnya lebih ditingkatkan dan diimplementasikan secara berlanjut dan terus menerus melalui Konservasi Energi, Diversifikasi Energi dan Intensifikasi Energi guna mencapai 23 persen di Tahun 2025 dan 31 persen di Tahun 2050,” kata Irwansyah.
Sementara Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Barat, Hadi, mengatakan potensi EBT di Jawa Barat yang besar perlu diimbangi dengan regulasi yang kondusif terhadap para investor sehingga dapat menarik minat investor. Misalnya, terkait single buyer dapat memberikan harga kompetitif bagi pelaku bisnis EBT.
“Jadi berdasarkan data-data tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa EBT Jawa Barat mampu mensupport kebutuhan energi nasional,” tegasnya.

