IEEFA: Power Wheeling Berpotensi Tingkatkan Investasi •

PLN Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat (UIT JBB), sebagai pengelola aset transmisi, melakukan pemeliharaan jaringan transmisi dan gardu induk secara berkala untuk menjaga keandalan pasokan pada sistem kelistrikan Jakarta hingga ujung barat Pulau Jawa. (/Fachry Latief)

Jakarta, – Rencana pemerintah menerapkan power wheeling atau pemanfaat jaringan bersama dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) berpotensi menaikkan minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Hal ini menyusul semakin banyak perusahaan global yang memiliki komitmen menggunakan energi terbarukan 100 persen.

Analis Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Mutya Yustika, menyampaikan bahwa kurangnya pasokan energi terbarukan di Indonesia bisa menimbulkan risiko kehilangan peluang ekonomi yang besar dan tertinggal dari negara-negara tetangganya. Contohnya, produsen otomotif Tesla yang menyatakan ragu untuk berinvestasi karena Indonesia masih bergantung pada energi bahan bakar fosil.

Power wheeling di Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi, menciptakan lapangan kerja baru, dan membantu negara memenuhi target dekarbonisasi tanpa membebani anggaran nasional. Mekanisme ini juga akan membantu PLN fokus pada modernisasi dan peningkatan jaringan untuk memfasilitasi transisi energi,” kata Mutya, Selasa (8/10).

Menurutnya, mekanisme power wheeling memungkinkan produsen listrik swasta (IPP) menjual listrik energi terbarukan langsung ke pelanggan melalui transmisi milik PT PLN (Persero). Mekanisme ini juga dapat menutup kesenjangan pasokan listrik hijau lantaran lambatnya pengembangan energi terbarukan skala utilitas oleh PLN.

Tidak hanya itu, rencana penerapan mekanisme power wheeling juga didorong oleh lebih dari 430 perusahaan global yang tergabung dalam RE100 dan berkomitmen mencapai 60 persen listrik dari energi terbarukan pada tahun 2030 dan 100 persen tahun 2050. Apalagi, saat ini terdapat 121 anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia.

“Namun, perusahaan-perusahaan ini belum memiliki solusi energi terbarukan yang memadai untuk melistriki fasilitas dan rantai pasokan mereka, sehingga menghambat upaya komitmen RE100 dan mandat keberlanjutan perusahaan,” ungkap Mutya.

Dengan implementasi power wheeling, Indonesia juga dapat menangkap peluang investasi baru dari bisnis pusat data (data center). Contohnya, Google memiliki target untuk dapat mencapai emisi nol bersih di semua operasi dan rantai nilainya pada tahun 2030. Microsoft juga berkomitmen untuk menjadi karbon-negatif pada tahun yang sama.

Di sisi lain, Singapura yang selama beberapa tahun terakhir menjadi pusat data terkemuka di Asia Tenggara, tengah menghadapi kendala keterbatasan energi terbarukan dan biaya operasi yang lebih tinggi.

“Oleh karena itu, Indonesia perlu menyediakan akses berskala besar ke energi bersih untuk ditawarkan kepada perusahaan seperti Google dan Microsoft sebagai pilihan untuk dapat membangun data center mereka di luar Singapura,” ucapnya.

Gerak Cepat

Lebih lanjut, Mutya menuturkan, implementasi power wheeling juga akan menguntungkan PLN karena akan membantu menjaga pasokan listriknya, terutama di luar Pulau Jawa dan Bali. Selain itu, PLN juga akan mendapatkan aliran pendapatan tambahan dengan menyewakan fasilitas transmisi kepada perusahaan listrik swasta, melalui biaya wheeling atau wheeling charge.

Namun penerapan power wheeling masih terhambat menyusul adanya pro-kontra atas rencana tersebut. Ada kekhawatiran power wheeling akan memperparah kelebihan pasokan listrik dan skema take-or-pay PLN dengan IPP bakal menimbulkan risiko keuangan yang signifikan bagi PLN.

Di sisi lain, menurutnya, Indonesia harus bergerak cepat agar tidak tertinggal dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Pasalnya, dua negara tetangga, yakni Vietnam dan Malaysia telah menerapkan power wheeling dan langsung merasakan manfaatnya.

Vietnam telah menerbitkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik Langsung (DPPA) yang memfasilitasi penjualan langsung energi terbarukan antara IPP dan konsumen. Sementara Malaysia memperkenalkan Skema Pasokan Energi Terbarukan Perusahaan (CRESS) yang bertujuan meningkatkan akses korporat ke listrik hijau melalui sistem jaringan terbuka.

Usai kebijakan itu diumumkan, perusahaan seperti Alibaba, AWS, dan Google berencana untuk mengeksplorasi peluang bisnis di Vietnam. Sementara Google dan Oracle baru saja mengumumkan investasi di Malaysia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih dari US$ 9,5 miliar bagi perekonomian negara sampai tahun 2030.