IESR: Generasi Muda Perlu Dilibatkan dalam Transisi Energi •

Pengurangan penggunaan energi fosil memang memerlukan kebijakan pemerintah, namun orang muda pun dapat melakukan aksi-aksi individu yang berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca. (Ilustrasi: Koaksi Indonesia)

Jakarta, – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai generasi masa depan, terutama anak-anak dan orang muda, perlu dilibatkan dalam proses transisi energi. Pasalnya, anak muda memiliki peran krusial dalam memastikan pembangunan berkelanjutan dapat berjalan di tengah tantangan perubahan iklim.

Koordinator Pembiayaan Berkelanjutan IESR, Farah Vianda, mengatakan pengurangan penggunaan energi fosil memang memerlukan kebijakan pemerintah, namun orang muda pun dapat melakukan aksi-aksi individu yang berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca. Tidak hanya itu, mereka pula yang akan membangun masa depan yang mengedepankan penggunaan sumber daya yang lebih ramah lingkungan serta pertumbuhan ekonomi yang mementingkan aspek kelestarian lingkungan.

“Setiap individu khususnya anak-anak dan orang muda dapat terlibat untuk melakukan langkah konkret dalam mitigasi krisis iklim,” ungkap Farah dalam acara Road to Youth Climate Conference, Kamis (23/11).

Salah satu langkah utama, menurutnya, adalah mengubah kebiasaan sehari-hari. Mulai dari penggunaan listrik dan freon yang lebih bijak hingga mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor dan membeli produk dengan bijak. Dengan langkah sederhana ini, anak muda dapat menciptakan dampak positif yang signifikan dalam mitigasi krisis iklim.

Lebih lanjut, Farah menjelaskan, transisi energi melibatkan pergeseran fundamental dalam cara kita memproduksi dan mengkonsumsi energi. Dengan menitikberatkan pada penggunaan sumber daya yang lebih ramah lingkungan, akan dapat membentuk fondasi yang kuat bagi keberlanjutan bumi.

“Hal ini tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga melibatkan pemahaman dan partisipasi aktif dari anak-anak dan orang muda sebagai agen perubahan masa depan,” tegasnya.

Sementara Staf Program Transformasi Energi IESR, Rahmat Jaya Eka Syahputra, menyoroti efisiensi energi dalam konteks transisi energi dengan mengurangi konsumsi energi yang tidak perlu.

Menurut Rahmat, pemahaman yang kuat terhadap pengurangan emisi karbon akan membentuk kebiasaan menghitung emisi dan berujung pada melakukan aktivitas sehari-hari yang rendah karbon.

“Efisiensi energi tidak hanya memberikan manfaat lingkungan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi dengan menghemat biaya energi individu. Dengan berpartisipasi aktif melalui langkah efisiensi energi, individu telah ikut mengambil peran sesuai porsinya dalam mengatasi masalah iklim,” jelasnya.

Dampak krisis iklim semakin terasa seiring dengan meningkatnya suhu bumi. Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan suhu bumi telah meningkat 1,1°C pada tahun 2011-2020 dibandingkan pada 1850-1900. Upaya mitigasi dan aksi iklim yang serius demi menekan emisi gas rumah kaca guna menjaga agar peningkatan suhu tidak melebihi 1,5 derajat celcius perlu terus dilakukan. Salah satunya dengan bertransisi energi atau beralih dari energi yang padat karbon seperti energi berbahan bakar batubara ke energi terbarukan.