IESR: Pemerintah Harus Optimalkan Potensi PLTS Terapung •
Presiden Joko Widodo (dua dari kanan) saat mendengarkan penjelasan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kiri) terkait proyek PLTS Terapung Cirata, di Purwakarta, Jawa Barat.
Jakarta, – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata menjadi tonggak akselerasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya berskala besar di Indonesia yang praktis mati suri sejak tahun 2020. Seiring dengan semakin menurunnya biaya investasi, PLTS menjadi pembangkit energi terbarukan termurah saat ini.
“Indonesia harus mengoptimalkan potensi teknis PLTS yang mencapai 3,7 TWp sampai dengan 20 TWp untuk mendukung tercapainya target puncak emisi sektor kelistrikan di tahun 2030, dengan biaya termurah,” ungkap Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, Kamis (9/11).
IESR pun mendorong Pemerintah dan PLN untuk memanfaatkan potensi teknis PLTS terapung yang mencapai 28,4 GW dari 783 lokasi badan air di Indonesia. Ini sebagai langkah untuk akselerasi pemanfaatan PLTS.
Data Kementerian ESDM menunjukkan adanya potensi PLTS terapung skala besar yang dapat dikembangkan setidaknya di 27 lokasi badan air yang memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Total potensinya mencapai 4,8 GW dan setara dengan investasi sebesar US$ 3,84 miliar (Rp 55,15 triliun).
“Pemanfaatan potensi PLTS terapung ini akan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dan meraih target net zero emission (NZE) lebih cepat dari tahun 2060,” ungkap Fabby.
Menurutnya, Pemerintah dan PLN harus mengoptimalkan potensi PLTS terapung dengan menciptakan kerangka regulasi yang menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi di pembangkit ini. Salah satunya, dengan memberikan tingkat pengembalian investasi sesuai profil risiko tetapi menarik dan mengurangi beban tambahan dalam mengelola investasi.
Selain itu, ungkap Fabby, Pemerintah perlu memperhatikan skema penugasan PLN kepada anak perusahaannya, yang selama ini menjadi opsi prioritas pengembangan PLTS terapung. Melalui skema ini, anak perusahaan mencari pihak yang bersedia untuk berinvestasi atau equity investor untuk kepemilikan minoritas tetapi harus mau menanggung porsi equity yang lebih besar melalui pinjaman pemegang saham (shareholder loan).
“Skema ini menguntungkan PLN, tetapi memangkas pengembalian investasi bagi investor dan beresiko pada bankability proyek dan minat pemberi pinjaman. Skema ini juga dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para pelaku usaha, karena hanya mereka yang punya ekuitas besar saja yang bisa bermitra dengan PLN, dan mayoritas investor asing. Hal ini dapat berdampak pada minat investasi secara keseluruhan,” ujarnya.
Solusinya, menurut Fabby, membutuhkan dukungan pemerintah dengan cara pemerintah memperkuat permodalan PLN dan anak perusahaannya melalui penyertaan modal negara (PMN) khusus untuk pengembangan energi terbarukan, dan/atau memberikan pinjaman konsesi kepada PLN melalui PT SMI yang kemudian dapat dikonversi sebagai kepemilikan saham pada proyek PLTS terapung.
Indonesia dapat meraup potensi investasi dan listrik yang rendah emisi dari PLTS terapung dengan dukungan regulasi yang pasti dan mengikat dari pemerintah. Pada Juli 2023, pemerintah telah menerbitkan Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2015 Tentang Bendungan yang tidak lagi membatasi luasan badan air di waduk yang dapat dimanfaatkan untuk PLTS terapung di angka 5 persen.
“Peraturan tersebut membuka peluang pengembangan PLTS terapung dengan skala yang lebih besar, dengan catatan bila menggunakan luasan badan air lebih dari 20 persen, perlu mendapatkan rekomendasi dari Komisi Keamanan Bendungan,” ujar Fabby.
Kamis pagi (9/11), Pemerintah meresmikan PLTS terapung Cirata yang berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat, berkapasitas 145 MW(ac) atau 192 MW(p). Dengan peresmian PLTS ini, kini Indonesia punya PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, yang sebelumnya dipegang oleh PLTS terapung Tengeh di Singapura.