Investasi yang Mumpuni untuk Pengembangan Energi Terbarukan •

Jumpa pers pada hari pertama gelaran Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Senin (18/9).

Jakarta, – Pemerintah Indonesia diminta untuk melakukan reformasi sistem ketenagalistrikan yang mampu mengintegrasikan energi terbarukan. Namun peluang untuk mereformasi sistem ketenagalistrikan dengan lebih banyak kapasitas energi terbarukan perlu dukungan investasi yang mumpuni.

Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara, Kementerian Investasi dan BKPM, Hasyim Daeng Barang, mengatakan minat investor terhadap pengembangan energi terbarukan di Indonesia mulai terbangun. Untuk itu, BKPM berupaya menjembatani kebutuhan investor, khususnya terkait inisiasi pengembangan proyek energi baru terbarukan dengan melakukan koordinasi dan menghubungkan pihak investor dengan pihak yang berkepentingan terkait.

Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara, Kementerian Investasi dan BKPM, Hasyim Daeng Barang.

“Kementerian Investasi/BKPM juga berupaya untuk memberikan informasi yang komprehensif kepada investor melalui penyusunan penawaran proyek yang dapat diinvestasi (Investment Project Ready to Offer) dengan keluaran berupa dokumen pra feasibility study terkait proyek strategis di daerah,” ungkap Hasyim dalam pelaksanaan hari ke-2 Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Selasa (19/9).

Selain mendorong investasi pada sektor potensial/prioritas, BKPM menilai urgensi keberlanjutan tetap merupakan tanggung jawab seluruh sektor perekonomian.

Sebelumnya, Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan reformasi sistem ketenagalistrikan yang mampu mengintegrasikan energi terbarukan. Terutama surya dan angin atau yang lebih dikenal sebagai Variable Renewable Energy (VRE). Langkah itu dilakukan dengan kapasitas yang lebih besar, pengoperasian sistem ketenagalistrikan yang fleksibel, memperkuat kapasitas perkiraan (forecasting) VRE dan revitalisasi infrastruktur jaringan.

Setidaknya ada tiga hal kunci yang perlu dipertimbangkan. Pertama, insentif bagi pemain yang terlibat di dalam pengoperasian sistem tenaga listrik yang fleksibel. Kedua, transparansi di dalam proses pengadaan, baik itu pembangkit energi terbarukan maupun infrastruktur jaringan. Ketiga, reformasi regulasi yang dapat mengakomodasi pengoperasian sistem ketenagalistrikan yang fleksibel serta mendorong adopsi energi terbarukan yang lebih besar.

Menurut Senior Advisor Programme Manager International Energy Agency (IEA), Michael Waldron, ada enam tahapan integrasi VRE di dalam sistem ketenagalistrikan. Indonesia, dengan bauran VRE-nya yang saat ini masih berada di bawah 1 persen, berada di dalam tahap satu dari integrasi VRE.

Hal ini berarti pengoperasian VRE masih memberikan dampak yang sangat minor terhadap sistem ketenagalistrikan. Namun, perencanaan ke depannya perlu tetap mempertimbangkan bauran VRE yang lebih tinggi, apalagi biaya pembangkitan VRE memiliki tren yang semakin menurun selama satu dekade terakhir.

Terkait harga sistem ketenagalistrikan dan biaya investasi di Indonesia,  Michael menilai masih berada di atas harga yang ditetapkan oleh pasar internasional. Hal ini membuat keekonomian pembangunan energi terbarukan tidak cukup menarik di Indonesia.

Karena itulah, dia mendorong agar Indonesia menurunkan harga melalui reformasi kontrak dan operasional dalam sistem tenaga listrik untuk menarik lebih banyak investasi serta membangun integrasi jaringan listrik antar pulau juga penting bagi Indonesia yang menghubungkan sumber energi terbarukan dengan pusat beban atau permintaan energi. Reformasi kontrak dan operasional juga perlu menyasar pembangkit listrik konvensional, seperti PLTU batubara, yang sebetulnya dapat berperan di dalam hal pengoperasian sistem ketenagalistrikan yang fleksibel.

Penyimpanan Energi

Indonesia melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) juga semakin serius pada rencana Battery Energy Storage System (BESS) atau teknologi untuk menyimpan energi listrik dengan menggunakan baterai khusus. BESS akan dapat menyimpan energi berlebih yang didapat dari sistem energi baru terbarukan untuk menyuplai beban ketika sumber energi terbarukan tidak dapat menghasilkan energi.

Ada banyak faktor yang membuat proyek BESS berhasil, mulai dari terkait teknologi, daya saing, harga, inovasi dan pertumbuhan pasar. Harga baterai terus turun saat ini diperkirakan di bawah US$ 200 per kWh dan harga perkiraan terus menurun, jadi kita optimis pembangunan BESS menjadi momen tepat bagi masa depan Indonesia,” ungkap VP Business Development Indonesia Battery Corporation (IBC), Bayu Yudhi Hermawan.

IBC sendiri membangun industri terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memproduksi sel baterai untuk kendaraan listrik baik mobil dan motor. Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen nikel terbesar di dunia, yang merupakan bahan baku utama untuk baterai kendaraan listrik.

“Untuk itu, saat ini IBC menjalankan proyek berbasis nikel, utamanya untuk sisi hilir yakni ekosistem kendaraan listrik dan baterai. Berkaitan investasi kapabilitas, kita yakin dapat menjadi negara yang bisa bersaing dengan negara lain. Sumber daya kita nomor satu dunia terkait cadangan dan produsen nikel,” ujar Bayu.