Kelas Menengah Berkurang, Masih Menarikkah Beachwalk Shopping Bali? • Petrominer
Beachwalk Shopping Center di Bali.
Jakarta, Petrominer – Julukan Bali sebagai ‘The Island of Paradise’nya Indonesia, telah menginspirasi PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP) atau Paradise Indonesia dalam membangun proyek pusat perbelanjaan dengan hotel dan tempat tinggal secara terpadu. Konsep pengembangan proyek ini dengan mengedepankan terintegrasinya budaya lokal, pelestarian lingkungan, dan desain estetis, serta didukung oleh budaya perusahaan yang kuat.
Chief Operation Officer Paradise Indonesia, Jack Widagdo, menyebutkan rangkaian kombinasi tersebut berhasil menciptakan pusat perbelanjaan yang relevan dan berdampak positif bagi masyarakat.
“Kami memiliki pendekatan holistik dalam pengembangan proyek pusat perbelanjaan yang menggabungkan konstruksi modern, budaya lokal, pelestarian lingkungan, dan estetika,” ungkap Jack kepada PETROMINER, Jum’at (28/2).
Selama ini, menurutnya, Paradise Indonesia senantiasa melakukan pendekatan holistik dalam mengembangkan proyek pusat perbelanjaan, yang menggabungkan konstruksi modern, budaya lokal, pelestarian lingkungan, dan estetika. Setiap akan membangun pusat pembelanjaan, seperti Plaza Indonesia; The Plaza Office Tower; Beachwalk Shopping Center; dan FX Sudirman, selalu dipastikan telah melalui sejumlah pertimbangan. Mulai dari aspek integrasi budaya lokal, pelestarian lingkungan hingga estetika dan fungsi.
Terkait Integrasi Budaya Lokal, Paradise Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan destinasi gaya hidup ikonik yang mencerminkan nilai-nilai budaya setempat. Desain properti komersial dilakukan dengan memadukan inovasi dengan penggunaan material lokal, sehingga menciptakan harmoni antara arsitektur modern dan warisan budaya daerah.
Untuk Pelestarian Lingkungan, dalam setiap pengerjaan proyeknya, Paradise Indonesia berupaya menciptakan ruang yang berkelanjutan dengan memperhatikan kebutuhan akan ruang hijau. Pendekatan ini bertujuan membangun lingkungan yang tangguh dan hidup bagi generasi mendatang.
Sementara aspek Estetika dan Fungsi, Paradise Indonesia mengedepankan desain yang tidak hanya fungsional tetapi juga estetis.
“Kami menciptakan destinasi gaya hidup yang dirancang untuk meningkatkan interaksi sosial dan memperkaya komunitas, sehingga menghasilkan pengalaman yang tak terlupakan bagi pengunjung,” ujar Jack.
Sebagai implementasi dari upaya mengakomodasi kebutuhan gaya hidup modern, baik bagi warga Indonesia maupun turis asing di Bali, pembangunan Beachwalk Shopping Center di Bali terinspirasi dari terasering (sengkedan) persawahan Bali. Konsep ini diaplikasikan sebagai upaya memberikan pengalaman yang bermakna bagi penggunanya.
“Beachwalk Shopping Center mampu memberikan suasana yang menyatu dengan Pantai Kuta. Ruang-ruang terbuka mengundang para pengunjung untuk menikmati matahari terbenam dengan pemandangan lepas pantai dari anjungan yang disediakan. Di akses masuk mal dari arah Pantai, juga disediakan keran-keran air untuk membasuh diri bagi pengunjung,” jelas Chief Corporate Communications Paradise Indonesia, Siti Utami.
Sebagai salah satu perusahaan yang turut berkontribusi mengembangkan industri properti di Indonesia selama lebih dari 23 tahun, Paradise Indonesia tekah membangun sejumlah propertinya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Makassar, Bali, Batam, dan Yogyakarta. Proyek komersial berikutnya akan dibangun di kota Semarang, yakni Mal 23 Semarang.
Menurut Utami, mal yang rencananya selesai dibangun tahun 2026 tersebut diprediksi akan menjadikan bangunan tersebut sebagai satu-satunya pusat perbelanjaan yang menggabungkan kekuatan elemen arsitektural dengan kondisi alam sekitarnya di Semarang, Jawa Tengah.
“Sebab secara geografis, posisi Semarang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa menjadikan suhu rata-rata di kota ‘lumpia’ tersebut cukup panas. Karena itu Proyek Mal 23 Semarang menawarkan konsep dengan fitur utama yang menyediakan sebanyak mungkin ruang terbuka sebagai area lanskap vegetasi dan kolam ikan, guna menurunkan suhu sekitarnya. Dengan demikian secara alamiah akan tercipta suasana mal yang teduh dan sejuk,” jelasnya.
Peluang dan Tantangan
Para pengusaha properti selalu menghadapi tantangan. Mulai dari bagaimana mereka dapat mendesain, membangun, sampai akhirnya proyek dapat terbangun, hingga mengisi tingkat hunian dan proyek tersebut tetap terpelihara dengan baik. Di manapun mereka membangun, setiap perusahaan tentunya berpedoman pada kultur perusahaan yang mereka anut.
Nantinya mereka juga akan berhadapan langsung dengan berbagai tantangan. Mulai dari lingkungan di sekitar proyek bangunan berdiri, sampai pada saatnya pemasaran atau cara menjual maupun sewa lahan dan hunian, bangunan, maupun ruang belanja tersebut.
Di bidang properti, salah satu indikator yang cukup mempengaruhi tingkat ketersediaan dan pemenuhan ruang sewa ataupun pemakaian adalah indikator ekonomi secara makro. Sesuai segmentasinya, Paradise Indonesia menyasar kelas menengah ke atas dengan daya beli masyarakat di atas Rp 20 juta per kapita per orang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut tahun 2024 sebagai tahun yang berat dialami masyarakat kelas menengah. Tahun 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang atau setara dengan 21,45 persen dari total penduduk. Meski begitu, di tahun 2024, jumlah kelas menengah menyusut menjadi 46,85 juta orang atau mencapai 17,13 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pernah menyampaikan bahwa penurunan jumlah kelas menengah ini terutama disebabkan oleh inflasi. Dengan inflasi yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa sementara pendapatan tidak meningkat atau stagnan, maka status mereka akan turun kelas, mendekati garis kemiskinan.
Meski begitu, menurut Sri Mulyani, ketika kelompok ekonomi menengah ini turun jumlahnya, ada juga sebagian kelompok masyarakat yang naik dari kelas bawah menjadi kelompok masyarakat menengah. Saat terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di satu lokasi, di tempat lainnya juga tercipta lapangan kerja baru.
Bahan Analisa
Dalam kesempatan terpisah, pengamat perkotaan, Yayat Supriatna, menekankan bahwa perusahaan properti (pengembang) perlu memperhatikan faktor-faktor berikut sebagai bahan analisa saat memutuskan akan membangun suatu pusat perbelanjaan.
Sejak awal, pentingnya suatu bangunan secara harmoni menganut konsep building tomorrow. Artinya, konsepnya tidak hanya sekedar membangun saja, namun bangunan tersebut perlu bersifat ‘cerdas’ dalam konteks energi, pembagian ruang, optimalisasi fasilitas, memperhatikan aspek kultur, serta mengadopsi nilai-nilai lokal.
Inilah yang menjadi alasan kenapa Paradise Indonesia membangun Beachwalk Shopping Center di Bali dengan sistem terasering (sengkedan). Pasalnya, dibutuhkan lanskap pendukung dengan hamparan yang luas. Jadi memang berbeda dengan membangun pusat belanja di perkotaan, yang lebih terbatas ruang (lahan).
Bali menjadi destinasi pariwisata internasional, sehingga dengan membangun mal perbelanjaan seperti itu, perusahaan akan tetap memperoleh keuntungan yang optimal. Apalagi, proyek ini juga didukung oleh arsitektur dan budaya (kearifan) lokal dengan daya tarik yang pada akhirnya memberikan kenyamanan dalam pemanfaatannya.
“Tidak kalah pentingnya adalah faktor branding dari produk properti yang ditawarkan. Misalnya ada perusahaan yang menggunakan kata ‘paradise,’ namun segmentasinya kurang tepat, padahal mereka mengedepankan gaya arsitektur dan budaya lokal. Sayangnya konsumennya tidak tepat, karena misalnya segmen pasarnya adalah masyarakat kelas bawah, yang posisi daya belinya rendah,” papar Yayat yang juga Dosen Teknik Planologi Universitas Trisakti.
Selain faktor supply dan demand yang dikaitkan dengan segmen pasar yang dituju, pembangunan satu pusat perbelanjaan sebaiknya juga tetap memperhatikan sejumlah faktor utama yang amat berpengaruh terhadap tingginya tingkat sewa ruang belanja. Pertama adalah desain bangunan. Karena lokasinya akan sangat menentukan siapa sasaran produk tersebut dibangun sesuai segmentasinya.
“Jangan sampai kita menyuplai bangunan, namun demand di sana tidak terukur. Desain bangunan juga akan menentukan selera dan karakteristik konsumen di wilayah tersebut,” jelas Yayat.
Yang kedua adalah adanya dukungan lanskap. Di mana perlu ada tujuan captive market, supaya ketika membuat satu bangunan, segmen pasarnya akan terjadi sesuai harapan. Sebagai ilustrasi, apa yang akan didapat dari desain, bentuk dan tampak luar bangunan, harus sama dengan kondisi ketika kita berada di dalam bangunan/gedung tersebut.
Pria kelahiran tahun 1970 ini, yang pernah diminta bantuannya untuk membangun rumah sakit di Ibukota Negara (IKN), menambahkan bahwa seindah apapun arsitekturnya, jika kenyataanya tidak didukung dengan luas lahan yang cukup, bangunan tersebut akan terlihat tidak indah (garing).
“Jadi bagaimana memposisikan bangunan itu pada segmen siapa. Kedua captive market itu juga penting. Ketika membuat sesuatu bangunan, pengembang harus paham bagaimana demand di daerah tersebut yang disesuaikan dengan konsumennya, sehingga tidak hanya sekedar membuat bangunan semata. Karena banyak bangunan di daerah yang mencoba mengoptimalkan hal tersebut, ternyata tidak sesuai harapan saat akan dibangun pertama kali,” paparnya.
Faktor ketiga adalah dari sisi pemasaran (marketing) yang memasarkan produk hunian maupun ruang belanja. Tentunya dengan tetap didukung oleh kekuatan dari sisi arsitekturnya.
“Menjual ruang sewa juga tetap membutuhkan feel bagi calon konsumen,” ujar Yayat.
Yang terakhir adalah konsep pemeliharaan (maintenance) gedung termasuk pusat perbelanjaan, karena termasuk menjadi salah satu daya tarik utamanya.
Seperti proyek Mal 23 Semarang, yang rencananya selesai pembangunan di tahun depan, konsep mal yang banyak menggunakan air termasuk air kolam sebagai bagian lanskap tetap membutuhkan biaya pemeliharaan yang cukup besar. Itu sebabnya konsep pemeliharaan tersebut pada akhirnya akan berdampak juga kepada tingginya biaya sewa ruang belanja.
“Itu sebabnya faktor penentuan segmen pasar yang dituju sangat dipengaruhi oleh harga jual atau sewa ruang di dalamnya. Jadi mengingatkan kembali, jangan sampai membangun mal atau pusat perbelanjaan namun tidak didukung oleh daya beli yang cukup termasuk juga willingness to pay-nya,” ujar Yayat.
Sampai saat ini, Bali masih menjadi salah satu daya tarik destinasi wisata di Indonesia. Dikutip dari tulisan George Styliss pada PropertyGuru (18/2/25), di tahun 2024, Bali menyambut 6,3 juta pengunjung asing. Angka ini melampaui jumlah sebelum pandemi.
“Lonjakan ini telah memacu keuntungan signifikan di pasar properti Baliini,” kata Direktur Senior Colliers Indonesia, Bagus Adikusumo.
Pemandangan indah Bali, ditambah dengan biaya hidup yang relatif rendah dibandingkan negara-negara Barat, telah menjadikannya pusat yang menarik bagi para ekspatriat. Daya tarik Bali juga dirasakan oleh para perantau digital dan penyewa asal Barat yang telah menukar gaya hidup mahal di rumah dengan sepotong surga yang terjangkau. Bali telah lama menjadi tujuan favorit wisatawan Australia, dan kini banyak yang memilih untuk tinggal permanen.
Melihat kondisi tersebut tentunya menjadi peluang juga bagi pemanfaatan ruang belanja di Beachwalk Shopping Center Bali, yang secara terintegrasi, terkoneksi dengan Beachwalk Residence Bali, dan telah dioperasikan sejak tahun 2022.

