Kementerian ESDM: Masih Banyak PR di Hulu Pertambangan Nikel
Jakarta, TAMBANG – Staf Khusus Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Irwandy Arif menyampaikan masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus diselesaikan dalam kegiatan pertambangan hulu termasuk di komoditas nikel. Salah satu yang mencolok adalah soal pencabutan ribuan IUP karena tidak berkegiatan.
Hal tersebut diungkapkan Irwandy saat acara Indonesia Nickel Summit yang diselenggarakan Majalah TAMBANG di Nusa Dua, Bali,Kamis (21/7).
“Kita punya PR bersama. Ini ada IUP yang dicabut jumlahnya ada 2.078 ditambah 19. 19 itu karena sudah pailit dan tidak punya uang sehingga tambangnya tidak jalan,” kata Irwandy.
Dia pun menyampaikan alasan mengapa pemerintah belum mengumumkan mana perusahaan yang benar-benar bisa melanjutkan kegiatan penambangan dan mana perusahaan yang benar-benar dicabut izinnya. Hal tersebut lantaran per minggu ini, kata dia, IUP yang baru selesai diproses baru mencapai 1.974.
“Mengapa belum keluar pengumumannya mana yang bisa lanjut mana yang betul-betul dicabut karena diberi kesempatan mengajukan keberatan, itu sampai dengan minggu kemarin baru sampai dari 2078 baru selesai 1974,” bebernya.
Menurutnya, dari 2.078 terdapat 600 perusahaan yang mengajukan keberatan IUP nya dicabut dan sudah diproses di Satgas Penataan dan Perizinan. Meski begitu, Irwandy berharap semua izin bisa selesai dalam waktu dekat ini.
“Diharapkan dalam minggu ini selesai dan baru diumumkan. Dari 2.078 ada 600 perusahaan yang keberatan izinnya dicabut. Ini sudah diproses di satgas, ada yang datang untuk verifikasi ada juga yang tidak datang,” ungkapnya.
Masalah kedua yang masih bisa ditemui di sektor hulu adalah minimnya kegiatan eksplorasi seperti pemboran dan bahkan kurang data sehingga tidak dapat diverifikasi oleh Competent Person.
“Jadi penambang kita khususnya penambang nikel itu tujuannya keliatan untuk produksi paling utama dan ia lupa eksplorasi itu akan menambah cadangan, menambah asetnya sehingga nanti produksinya lebih baik,” ujarnya.
“Ketiga, laporan eksplorasi yang kurang baik, kurang data karena mereka tidak punya tenaga ahli sehinga pada waktu harus diverivikasi oleh competent person ditolak. Dan kalau ditolak artinya tidak bisa disetujui RKAB nya,” tambahnya.
Keempat, studi kelayakan yang kurang data sehingga tidak memenuhi syarat. “Ini yang paling berat. Ini salah satu syarat untuk masuk di Modi,” paparnya.
Irwandy kemudian merinci PR lain yang tak kalah urgen seperti masih ada “green field” yang memerlukan modal besar untuk eksplorasi, banyak yang mencari IUP yang mau dijual, dan masih maraknya tambang illegal. Masalah selanjutnya adalah punya IUP tidak bisa menambang karena ada penambang illegal di IUP nya, tidak memperhatikan lingkungan dan keselamatan kerja.
“Kurang penerapan Good Mining Practice, masalah HPM nikel yang tidak berjalan sesuai peraturan yang berlaku, perlu pengawasan intensif dari pemerintah, cadangan saprolite yang semakin berkurang karena kapasitas smelter pyrometalurgi yang menghasilkan produk NPI, ferro nikel dan Ni matte yang makin bertambah,” tegasnya.