Pemanfaatan RDF untuk Tekan Emisi di Sektor Energi •

Jakarta, – Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi prioritas utama dalam kebijakan energi Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi adalah tingginya ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan upaya mengurangi emisi dari sektor energi yang merupakan penyumbang emisi terbesar di Indonesia.

Sebagai langkah untuk mencapai keberlanjutan energi, Pemerintah telah menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) Nomor 22 Tahun 2017 dan Kebijakan Energi Nasional (KEN) Nomor 79 Tahun 2014. Kedua bleid ini juga diterbitkan sebagai upaya memenuhi komitmen iklim yang tercantum dalam Paris Agreement.

Saori Arsy, Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University.

————————————–

Sejalan dengan target RUEN tahun 2025, kontribusi energi terbarukan terhadap bauran energi nasional ditargetkan mencapai 23 persen. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) telah menerapkan berbagai kebijakan untuk memanfaatkan biomassa dan bahan bakar alternatif dalam bauran energi. Kebijakan ini mencakup pemanfaatan biomassa dari sampah atau limbah organik, yang dapat digunakan dalam berbagai sektor, termasuk sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik atau industri.

Sebagai upaya menekan emisi, Pemerintah pun telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon. Kebijakan ini mendorong sektor industri untuk beralih ke bahan bakar rendah emisi seperti Refuse Derived Fuel (RDF), sebagai bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim.

Bahan bakar ini diharapkan bisa menjadi solusi yang inovatif untuk mencapai target energi terbarukan dan mengurangi emisi GRK. Sebagai bahan bakar alternatif, RDF dihasilkan dari pemrosesan sampah menjadi sumber energi, terutama di sektor industri yang membutuhkan banyak energi seperti industri semen.

Dengan mengintegrasikan RDF sebagai bahan bakar pengganti batubara, industri semen tidak hanya berkontribusi terhadap percepatan target EBT tetapi juga ikut menurunkan emisi.

Proses Menjadi RDF

Menurut laporan International Finance Corporation (IFC), RDF adalah salah satu bahan bakar alternatif yang paling potensial bagi industri semen. Alasannya, kandungan energi di bahan bakar ini cukup tinggi dan ketersediaannya juga berlimpah dari sampah perkotaan dan industri.

Bahan bakar ini dihasilkan dari sampah setelah melalui proses pemisahan material yang tidak dapat dibakar (seperti logam, kaca, dan bahan berbahaya), pencacahan, dan pengeringan. RDF biasanya terdiri dari campuran plastik, kertas, karton, kayu, dan residu organik yang memiliki nilai kalor tinggi. RDF menjadi solusi dalam pengurangan volume sampah yang menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan penyediaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk industri.

Proses pengolahan sampah menjadi RDF mencakup tiga tahapan penting. Pemisahan, sampah dipisahkan menjadi material yang dapat didaur ulang dan yang tidak bisa dibakar. Proses ini melibatkan teknologi pemilah otomatis dan/atau manual untuk menghasilkan material yang layak dibakar.

Pencacahan, sampah yang telah dikeringkan kemudian dicacah menjadi ukuran kecil agar mudah dibakar. Dan terakhir, Pengeringan, sampah dikeringkan untuk mengurangi kadar air, sehingga meningkatkan efisiensi pembakaran.

Ada banyak manfaat dari RDF. Di antaranya, Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca, penggunaan RDF dapat mengurangi emisi karbon dioksida (CO2). Hal ini dikarenakan terdapat kandungan bahan organik di dalamnya. Biomassa dalam RDF dianggap karbon netral, sehingga tidak berkontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi karbon.

Diversifikasi Sumber Energi, dengan memanfaatkan RDF, industri semen dapat mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil yang harganya fluktuatif dan ketersediaannya semakin menipis. Pengurangan Volume Sampah di TPA, penggunaan RDF membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, dengan potensi penurunan 30-50 persen.

Efisiensi Biaya, penggunaan RDF dapat membantu mengurangi biaya bahan bakar di industri semen. Karena, RDF berasal dari sampah yang tersedia melimpah dan biasanya lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil.

Tantangan Pengembangan

Meskipun potensi RDF sangat besar, namun ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Pertama, Variabilitas Kualitas RDF. Nilai kalor RDF dapat bervariasi tergantung pada komposisi sampah yang digunakan. Oleh karena itu, pengolahan yang konsisten sangat diperlukan untuk menghasilkan RDF dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan industri. Biasanya, industri memerlukan RDF dengan nilai kalor sekitar 3.000-3.300 kcal/kg agar dapat digunakan secara efisien sebagai pengganti sebagian bahan bakar fosil.

Investasi Infrastruktur: Pengembangan fasilitas pengolahan sampah menjadi RDF membutuhkan investasi besar, baik untuk teknologi pengolahan sampah maupun modifikasi kiln di pabrik semen agar dapat menggunakan RDF.

Regulasi dan Kebijakan: Dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendorong lebih banyak industri beralih menggunakan RDF.

Jarak antara Fasilitas RDF dan Offtaker: Jika jaraknya terlalu jauh, biaya transportasi untuk pengangkutan RDF dapat menjadi terlalu tinggi, sehingga penggunaan RDF menjadi tidak ekonomis.

Dari uraian di atas, pengelolaan sampah menjadi RDF diyakini bisa menawarkan dua solusi, yakni pengurangan volume sampah dan penyediaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan bagi industri semen. Meskipun masih ada tantangan, potensi RDF dalam mendukung ekonomi sirkular dan transformasi energi bersih di Indonesia sangat besar.

Meski begitu, dengan dukungan teknologi, regulasi yang tepat dan investasi infrastruktur yang memadai, RDF dapat berperan penting dalam strategi pengelolaan sampah dan transisi menuju energi bersih di Indonesia.

Sumber:

  1. Agus, A., & Sari, M (2020). Pemanfaatan Sampah Perkotaan untuk RDF di Indonesia: Tantangan dan Peluang. Jurnal Energi dan Lingkungan, 12(3), 45-56.
  2. Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM (2023). Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi.
  3. International Finance Corporation (IFC) (2017). Unlocking Value: Alternative Fuels for Cement and Lime Production.
  4. Kementerian ESDM (2014). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
  5. Kementerian ESDM (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.
  6. Kementerian ESDM (2022). Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.
  7. Kementerian Perindustrian (2017). Panduan Teknis Penggunaan RDF Sebagai Bahan Bakar Alternatif di Industri Semen.
  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.
  9. World Bank (2020). Waste-to-Energy in Developing Countries: Challenges and Opportunities.