Pemerintah diminta larang permanen ekspor batu bara

Jakarta (Berita) – Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mendukung kebijakan pemerintah yang melarang ekspor batu bara untuk mengamankan pasokan bahan baku pembangkit listrik di dalam negeri.

“Larangan harus bersifat permanen, jangan sementara,” kata Gobel di Jakarta, Kamis.
 
Dia mempertanyakan alasan pemerintah yang hanya melarang ekspor untuk Januari 2022 saja. Menurutnya, situasi ini aneh mengingat harga baru bara di pasar internasional justru terkoreksi selama Desember 2021.

“Ini aneh. Apalagi selama Desember 2021 harga batu bara di pasar internasional justru sedang anjlok, jadi mestinya pasokan di dalam negeri tercukupi dengan kondisi seperti itu,” ujar Gobel.

Harga batu bara di pasar internasional yang anjlok tersebut dipicu oleh intervensi pemerintah China yang menaikkan produksi batu bara dalam negerinya.

Hal itu mereka lakukan karena sejak awal 2021 harga batu bara di pasar internasional terus merangkak naik. Sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia, China dirugikan oleh situasi itu dan menaikkan produksi batu bara di dalam negerinya.
 
Dampak suplai yang meningkat itu secara otomatis membuat harga batu bara jatuh hingga 26 persen.

Melihat situasi itu, Gobel mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan harga batu bara acuan (HBA).
 
Jangan sampai HBA di dalam negeri menjadi lebih mahal daripada harga batu bara di pasar internasional. Dengan begitu, justru merugikan PLN, yang ujungnya merugikan rakyat sebagai konsumen PLN yang tentu ujung akhirnya melemahkan daya saing Indonesia di tingkat internasional,” jelasnya.
 
“Jadi ketentuan larangan ekspor batu bara ini jangan sampai diartikan hanya untuk melindungi pengusaha batu bara saja,” pesannya.
 
Lebih lanjut Gobel mengingatkan jangan sampai larangan ekspor batu bara ini karena harga pasar internasional batu bara yang sedang merosot.

Semua kebijakan harus berdasarkan kepentingan nasional yang tidak melindungi segelintir orang.

China meningkatkan produksi batu bara karena sepanjang 2021 harga komoditas ini terus meningkat di pasar internasional. Dengan menaikkan produksinya, China berhasil membuat harga batu bara internasional merosot tajam.
 
Gobel juga mengungkapkan saat ini sudah ada teknologi yang bisa mengubah batu bara untuk menjadi puluhan jenis materi kimia dasar untuk beragam keperluan industri.

Hal ini bisa menjadi nilai tambah bagi Indonesia sekaligus memperkuat industri kimia dasar Indonesia dan juga memperkuat pasokan bahan baku bagi beragam industri Indonesia secara keseluruhan.
 
Gobel mengajak pengusaha batu bara untuk berinvestasi dan membangun industri pengolahan batu bara menjadi produk yang lebih unggul bukan hanya sekadar mendapat konsesi dan menggali, lalu menjual.

Menurutnya, proses mencipta itu justru yang harus menjadi kekuatan bangsa, sehingga larangan ekspor batu bara harus dipertimbangkan untuk bersifat permanen.

Pengalaman masa lalu Indonesia tentang pertambangan minyak tanpa diiringi pembangunan kilang membuat Indonesia menderita. Negara lain yang tidak memiliki pertambangan minyak cukup membangun kilang yang justru mendapat untung lebih besar ketimbang Indonesia.
 
“Jadi, Indonesia jangan menjadi keledai dua kali,” pungkas Gobel.
 
Pembangunan industri pengolahan batu bara menjadi materi kimia dasar, kata Gobel, merupakan salah satu bentuk kepentingan nasional agar batu bara tidak habis percuma untuk dibakar.
 
“Pembangunan pembangkit listrik non-batu bara harus digiatkan, seperti panas bumi, angin, matahari, bahkan bila perlu energi nuklir,” tegasnya.
 
Untuk menuju tahapan ke larangan ekspor secara penuh dan secara permanen, kata Gobel, pemerintah bisa memulainya dengan meningkatkan domestic market obligation (DMO).

Penaikan DMO tersebut harus diimbangi secara tegas untuk membangun industri pengolahan batu bara untuk menjadi bahan kimia dasar tersebut.
 
“Kasus minyak bumi jangan berulang di batu bara,” pungkas politikus Partai NasDem tersebut.