Perlu Dorongan Lebih Keras Lagi Transisi ke Ekonomi Hijau •
Presiden Jokowi menyampaikan Pidato Kenegaraan di sidang tahunan MPR RI bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-78 RI, Rabu (16/8)
Jakarta, – Pemerintah didesak untuk mendorong lebih keras lagi program transisi ke ekonomi hijau. Dengan begitu, Indonesia dapat mengurangi porsi energi fosil secara bertahap, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi sebab pendidihan global (global boiling) dan perubahan iklim.
Dalam pidato kenegaraan HUT ke-78 RI yang sekaligus sebagai pengantar RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan 2024, Rabu (16/8), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan bahwa APBN 2024 diarahkan untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Presiden juga menyebutkan potensi krisis akibat perubahan iklim.
Untuk itu, transformasi sektor ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadi krusial. Presiden pun menekankan transisi ke penggunaan energi hijau perlu dilaksanakan secara progresif, namun tetap adil dan terjangkau.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi arah APBN 2024 dan mendorong agar pemerintah melakukan akselerasi dalam pembangunan ekonomi hijau serta pemanfaatan energi terbarukan. Dengan begitu, Indonesia dapat mengurangi porsi energi fosil secara bertahap, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi sebab pendidihan global (global boiling) dan perubahan iklim.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan Presiden harus memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di tahun 2024 demi mengejar target 23 persen bauran energi terbarukan di tahun 2025. Untuk itu dalam 2,5 tahun mendatang harus dapat dibangun 11 gigawatt (GW) pembangkit energi terbarukan.
“Dalam kondisi sistem kelistrikan PLN masih mengalami overcapacity, penetrasi energi terbarukan yang progresif memerlukan pengakhiran operasi PLTU yang sudah berusia tua dan tidak efisien,” ungkap Fabby, Jum’at (18/8).
Untuk itu, IESR menyampaikan beberapa usulan. Pertama, APBN 2024 juga harus diarahkan untuk mendukung akselerasi pemanfaatan energi terbarukan di luar Jawa-Bali. Kedua, mereformasi kebijakan dan regulasi yang menghambat akselerasi energi terbarukan. Dan ketiga, mempersiapkan pensiun dini PLTU serta menyiapkan proyek-proyek energi terbarukan skala besar untuk ditawarkan kepada investor.
“Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih agresif untuk menghindari krisis iklim dengan menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat untuk mengurangi penggunaan batubara dan menegaskan pengakhiran operasi PLTU pada tahun 2050,” jelasnya.
IESR juga berharap agar penyusunan belanja APBN juga memasukan upaya untuk mengurangi subsidi energi fosil dan mengantisipasi dampak transisi energi pada masyarakat. Anggaran dari penurunan energi fosil dapat dipakai untuk mengembangkan energi terbarukan, penghentian operasi dini PLTU, dan program terstruktur mengantisipasi dampak transisi energi bagi masyarakat, pekerja dan daerah penghasil batubara.

