PETI Di Kalbar Yang Libatkan WNA Rugikan Negara Hingga Rp.1,20 Trilun

Konferensi Pers penangkapan WNA Tiongkok penambang emas ilegal di kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

Jakarta,Berita,- Beberapa waktu lalu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menangkap YH, warga negara asing asal Tiongkok yang melakukan kegiatan penambangan ilegal (PETI). Persidangan YH baru saja dilaksanakan di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat (29/8).

Dari persidangan ini terungkap nilai kerugian akibat pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat mencapai Rp.1,020 triliun. Kerugian tersebut berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Dijelaskan pula bahwa dari hasil penyelidikian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3. Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM. Kedua perusahaan ini sampai sekarang belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026. 

Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.

Dari fakta pesidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini. Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (mercuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.

Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal. Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.

Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.

Sidang selanjutnya akan dilakukan enam tahap sidang, yaitu saksi dari pihak penasihat hukum, ahli dari penasihat hukum, pembacaan tuntutan pidana (requisitor), pengajuan/pembacaan nota pembelaan(pleidool), pengajuan/pembacaan tanggapan-tanggapan(replik dan dupplik), dan terakhir siding pembacaan putusan.