Potensi Industri Manufaktur jadi Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi •

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. (Dokumentasi Kemenperin)

Jakarta, – Kementerian Perindustrian komitmen untuk melanjutkan program hilirisasi dan industrialisasi guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan visi Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto, yang telah menetapkan visi bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 melalui 8 misi Asta Cita, khususnya pada butir Cita ke-5.

Sejalan dengan target Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, dari pertumbuhan saat ini yang rata-rata berada di kisaran 5 persen, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah menetapkan berbagai strategi dan juga sektor industri prioritas.

Degan begitu, ke depannya, sektor industri konsisten dalam kebijakan yang berpihak pada upaya memperkuat hilirisasi sambil tetap menjaga keseimbangan di sektor hulu dan proses industri secara terintegrasi. Upaya ini juga dijalankan sambil tetap mempertahankan eksistensi industri dalam negeri agar tetap mandiri dan berdaya saing.

Menurut Agus, sesuai arahan Presiden Prabowo, industri di dalam negeri harus senantiasa tetap berkorelasi dengan investasi yang masuk. Sektor industri juga harus menciptakan nilai tambah sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia melalui penciptaan lapangan kerja yang profesional dan berkeadilan.

“Untuk poin ini, Kementerian Perindustrian tidak pernah ‘mati gaya’ dalam upayanya menciptakan potensi sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas,” tegasnya.

Menperin memberi contoh program link and match. Ini untuk menciptakan kolaborasi antara persyaratan tenaga kerja yang dibutuhkan dengan kualifikasi tertentu dari kebutuhan di sektor industri, sehingga diadakanlah sistem pendidikan vokasi yang akan menjembatani kebutuhan tersebut.

Kemudian program inkubator bisnis, yang mampu melahirkan para industrialis dengan produksinya dapat meningkat secara progresif. Ada juga sejumlah program untuk menciptakan para wirausaha baru yang “melek digital.”

Kawasan Industri

Terkait proses industrialisasi untuk memperkokoh industri sejak di hulu, Kemenperin secara khusus menekankan peran penting Kawasan Industri. Ini tercantum dalam UU Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, di mana salah satu ayatnya menyatakan bahwa semua kegiatan industri wajib berlokasi di dalam suatu Kawasan industri.

Itu sebabnya Kawasan industri turut berperan penting, tidak hanya untuk meningkatkan daya saing industri namun juga menjadi bagian dari pertumbuhan industri. Pada akhirnya, hal ini secara langsung akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Data yang dikutip dari Kemenperin menyebutkan bahwa hingga November 2024, terdapat 165 perusahaan Kawasan industri yang telah mendapatkan Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dan kawasan industri tersebut sudah siap beroperasi. Sampai kini, sudah ada 30 kawasan industri yang beroperasi dan kebanyakan berlokasi di luar Jawa.

Sejalan dengan itu, dalam upaya menarik investasi masuk ke dalam kawasan industri, Pemerintah juga berupaya mendorong pembangunan kawasan industri ke seluruh wilayah Indonesia. Ini demi terciptanya pemerataan industri secara berkeadilan.

Pada lampiran Proyek Strategis Nasional (PSN) di dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menko Perekonomian Bidang Perekonomian Nomor 12 tahun 2024, memuat di dalamnya 41 PSN sektor Kawasan industri.

Dari rencana investasi 41 kawasan industri PSN tersebut, terdapat komitmen investasi  Rp 2.785 triliun yang akan direalisasikan secara bertahap, meliputi investasi pembangunan infrastruktur Kawasan Industri dan tenan di dalam. Sampai tahun 2024, diperkirakan realisasi investasi yang berada di kawasan industri PSN mencapai Rp 68 triliun.

“Berdasarkan hasil estimasi dan simulasi penambahan nilai investasi pada Kawasan Industri, target investasi dalam jangka menengah pada tahun 2029 sebesar Rp 481 triliun,” ungkap Agus.

Agar mampu menjadi lokomotif industri yang akan berperan terhadap ekonomi nasional, Pemerintah telah menetapkan sejumlah program prioritas Kemenperin. Antara lain menjalankan program hilirisasi berbasis mineral logam dan hilirisasi bahan galian non logam; Pembangunan Indonesia Manufacturing Centre; upaya menumbuhkan wirausaha baru; hilirisasi industri agro; business matching belanja produk dalam negeri; Bantuan Pemerintah untuk kendaraan listrik; pengadaan Diklat 3 in 1; serta Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil.

Upaya dan Tantangan

Salah satu “peluru” yang digunakan oleh Menperin untuk mendongkrak kinerja industri nasional, khususnya yang terkait dengan sektor energi, adalah penetapan harga gas untuk industri. Kebijakan ini dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik. Penetapan RPP yang telah disetujui dalam Rapat Terbatas oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo bulan Juli 2024 lalu, diharapkan nantinya tidak hanya mengatur kebutuhan gas untuk manufaktur, melainkan juga akan diberlakukan di sektor energi dan kelistrikan.

Awalnya, hanya tujuh subsektor industri yang mendapatkan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yakni industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan sarung tangan karet. Ke depan, Kemenperin menginginkan seluruh sektor industri mampu menikmati HGBT, sehingga sektor manufaktur dapat beroperasi secara lebih optimal.

Menperin mengharapkan RPP ini akan menjadi game changer bagi industri di Kawasan industri. Nantinya, mereka juga secara fleksibel dapat saja mengimpor gas untuk mengelola kebutuhan sektor manufaktur dan energi di Kawasan industri tersebut. Itu sebabnya Kemenperin berharap regulasi ini segera disahkan, karena dinilai sangat penting dijadikan dasar hukum yang kokoh untuk mendukung kebutuhan gas bagi pembangunan industri manufaktur.

Sejalan dengan disusunnya program Quick Wins yang direalisasikan dalam penyusunan program prioritas Kementerian Perindustrian, maka tidak dapat dipungkiri bahwa di saat ini sektor industri sangat terpukul dengan berbagai isu mulai dari tingginya harga bahan baku terutama yang berasal dari impor, kesulitan memperoleh kapal akibat situasi geopolitik yang tidak terkendali, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga berpengaruh terhadap ekspor produk manufaktur yang bahan bakunya masih diperoleh dari impor dan tantangan situasi di dalam negeri.

Isu kenaikan upah juga ikut menjadi momok bagi industri manufaktur, sehingga dalam beberapa tahun terakhir sejumlah industri beramai-ramai memindahkan pabrik dan usahanya ke daerah atau wilayah yang upah minimumnya lebih rendah.

Tantangan juga dihadapi industri yang terpaksa merelakan dirinya untuk tutup atau mengurangi jumlah pekerja akibat tidak mampu bersaing menghadapi serangan produk impor sejenis dan masih belum tertatanya mata rantai sistem produksi nasional.

Sejumlah kebijakan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah di dalam negeri dianggap turut mengusik kinerja industri nasional. Pada akhirnya industri di dalam negeri pun harus mati-matian berjibaku menghadapi tantangan eksternal dan internal.

Data Kemenperin menunjukkan kontribusi industri terhadap Produk Domestik Brutto (PDB) sampai triwulan II tahun 2024 mencapai 16,70 persen. Pada periode yang sama, pertumbuhan industri pengolahan non migas mencapai 4,63 persen, dan kontribusi investasi mencapai 39,49 persen dengan nilai Rp 169,18 triliun.

Sementara kontribusi tenaga kerja industri sampai Februari 2024 mencapai 18,82 juta orang dan kontribusi ekspor periode Januari–Agustus 2024 mencapai US$ 125,9 miliar.