Terkerek Harga Batu Bara, Sejumlah Anak Usaha Indika Ketiban Untung

Kantor PT. Indika Energy

Jakarta, TAMBANG – PT Indika Energy Tbk merilis Laporan Keuangan konsolidasi periode kerja 2021. Dicatatkan, selain  perseroan, anak-anak usahanya juga mengalami capaian kinerja positif seperti yang dialami PT Kideco Jaya Agung, PT Indika Indonesia Resources dan PT Interport.

Di tahun 2021, pendapatan Kideco meningkat 75,8 persen menjadi USD  2.196,9 juta. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya harga jual batubara rata-rata dan volume penjualan. Kideco menjual 35,8 juta ton batu bara dengan harga jual rata-rata sebesar USD 61,4 per ton.

Pendapatan Indika Indonesia Resources meningkat 154,8 persen menjadi USD  491,4 juta dibandingkan di tahun 2020  yang hanya mencapai USD 192,9 juta. Ini disebabkan kenaikan pendapatan dari mutu dan bisnis perdagangan batu bara.

Sementara pendapatan Interport meningkat 86,5 persen atau menjadi USD 29,0 juta, di mana USD 22,0 juta di antaranya berasal dari terminal penyimpanan bahan bakar PT Kariangau Gapura Terminal Energi (KGTE).

Wakil Direktur Utama Indika Energy, Azis Armand mengatakan, penurunan pedapatan dialami PT Tripatra Engineers and Constructors. Selama 2021, pendapatan Tripatra sebesar USD 231,6 juta, turun 22,6 persen dari pendapatan tahun 2020 yang mencapai USD 299,4 juta.

“Sementara itu, pendapatan PT Tripatra menurun 22,6 persen menjadi USD 231,6 juta dari sebelumnya USD 299,4 juta di tahun 2020 yang terutama disebabkan karena berkurangnya Pendapatan dari proyek BP Tangguh dan proyek Emily, serta sudah terlaksananya proyek Vopak,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jumat, (1/4).

Catatan positif lainnya adalah Indika Energy menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat (CSPA) dengan PT Caraka Reksa Optima (CARA) sesuai dengan rencana penjualan seluruh saham di PT Petrosea Tbk kepada CARA. Kontrak ini efektif terhitung sejak tanggal 25 Februari 2022.

Berdasarkan CSPA, Perseroan bermaksud untuk menjual seluruh 704.014.200 saham di Petrosea yang mewakili 69,8 persen dari modal disetor Petrosea sebesar USD 146,58 juta. Hal ini berdasarkan penilaian indikatif sebesar USD 210 juta untuk basis 100 persen.

“Transaksi ini diharapkan selesai pada akhir Mei 2022, dengan pemenuhan sejumlah persyaratan pendahuluan sebagaimana diatur di dalam CSPA. Selama tahun yang berakhir 31 Desember 2021 dan 2020, laba rugi Petrosea disajikan terpisah sebagai laba (rugi) dari operasi yang dihentikan, bersamaan dengan kerugian yang diantisipasi atas rencana divestasi ini,” jelasnya.

Sebelumnya pada Maret 2021, Indika Energy mendirikan PT Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS), sebuah perusahaan penyedia solusi tenaga surya terintegrasi di Indonesia. Inisiatif ini dilakukan melalui kemitraan dengan Fourth Partner Energy, pengembang solusi tenaga surya terdepan di India.

Secara mayoritas, Fourth Partner Energy dimiliki oleh The Rise Fund, social impact fund terbesar di dunia. Pendirian EMITS ini merupakan wujud komitmen Indika Energy dalam mendiversifikasi portofolio bisnis, mencapai tujuan keberlanjutan, meningkatkan kinerja ESG serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Indika Energy juga mendirikan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI) pada April 2021. EMI bertujuan untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik (EV) yang komprehensif di Indonesia, dari hulu hingga ke hilir – termasuk industri penunjang EV seperti baterai listrik, battery exchange atau swap station.

Sementara itu, sejak 2018 lalu Indika Energy juga memiliki investasi di sektor tambang emas Awak Mas di Sulawesi Selatan. Proyek Awak Mas ini memiliki potensi cadangan sebanyak 1,5 juta ons emas dan 2,4 juta ons sumber daya emas dan ditargetkan mulai beroperasi pada akhir tahun 2024.

Anak usaha lainnya, Interport Mandiri Utama menawarkan solusi logistik bagi klien di berbagai industri. Saat ini, Interport tergabung dalam konsorsium yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai operator yang mengelola Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat.

Indika Energy telah menetapkan target untuk meningkatkan 50 persen pendapatan dari sektor non batu bara pada tahun 2025 dan mencapai netral karbon pada tahun 2050.