Demi Daya Saing, Negara Harus Hadir Kawal Implementasi HGBT •

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.

Jakarta, – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa negara harus ‘hadir’ guna mendukung terciptanya daya saing produk-produk Indonesia agar menjadi lebih kuat. Langkah ini diambil untuk ikut mengatasi situasi pasar global yang sedang turun akibat tekanan eksternal yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat.

Sementara di sisi lain, daya saing produk ekspor Indonesia juga butuh effort lebih besar agar bisa survive di pasar tujuan ekspor. Jika hal tersebut tidak diperbaiki, kondisinya akan  “menyakitkan” bagi industri yang salah satu komponennya menggunakan gas alam.

“Di sini negara harus hadir, harus mampu melakukan pembinaan terhadap industri termasuk mendampingi mereka agar mampu menghasilkan produk-produk berdaya saing tinggi. Salah satunya adalah pada saat industri tersebut dapat menikmati harga gas yang kompetitif, maka produk yang dihasilkannya dapat berkompetisi di pasar baik lokal maupun internasional,” ungkap Agus, Rabu (20/3).

Menurutnya, kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebagai program pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dengan penetapan berdasarkan Perpres tersebut, maka semua yang dianggap terlibat dalam program pelaksanaan HGBT harus melaksanakannya.

Karena itulah, Agus menilai agar masing-masing Kementerian atau lembaga tidak boleh melihatnya secara sempit. Jadi jangan terus melihat keuntungan (kepentingan) dari Kementerian/Lembaga yang dipimpin masing-masing, melainkan yang harus diperhitungkan adalah cost and benefit. Artinya melihat manfaatnya bagi bangsa dan negara. Termasuk di dalamnya juga mempertimbangkan multiplier effect yang tinggi dari penetapan HGBT di semua sektor industri.

“Ini bukan sesuatu yang instan di mana negara akan langsung mendapatkan benefitnya. Melainkan setelah program HGBT ini berjalan, maka dapat kita lihat dari tujuh sektor industri yang sudah ditetapjan itu akan mengalami pertumbuhan industri yang luar biasa bagus,” tegasnya.

Agus mengakui bahwa isi Pepres bertujuan meningkatkan daya saing industri. Industri membutuhkan akses bahan baku yang lebih mudah, lebih pasti, termasuk pasokan bahan baku yang lebih murah (kompetitif). Karena itulah, dalam kontekks gas sebagai bahan baku industri, maka seharusnya Perpres tersebut dilaksanakan.

“Kalau di kantor kami sih, no one left behind, semua industri kita usulkan. Karena pada dasarnya kenapa tujuh industri? Itu adalah strategi kami di awalnya. Pada dasarnya Kementerian Perindustrian membina semua industri, bukan cuma tujuh sektor saja,” ujarnya.

Saat ini, HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU hanya menyasar tujuh sektor industri. Ketujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Itu sebabnya, Kementerian Perindustrian mendorong agar semua sektor industri bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif.

Apalagi, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di tanah air khususnya bagi sektor industri. Hingga kini terdapat 24 subsektor industri yang membutuhkan gas sebagai bahan baku dan pendukung dalam proses produksinya. Kementerian Perindustrian pun minta perluasan guna menjangkau seluruh industri tersebut.

“Saya minta perluasan karena itu yang kita inginkan, dan harga gas menjadi kunci bagi daya saing produk industri kita sehingga bisa bernilai tambah tinggi. Jadi, kami memandang penting untuk keberlanjutan kebijakan HGBT ini, karena memberi multiplier effect yang besar terhadap perekonomian nasional,” ujar Agus.