Di COP28, PHR Ungkap Trik Kelola Limbah yang Libatkan Masyarakat •

Erwin Sinisuka.
Dubai, – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) memaparkan inovasinya dalam pembuatan lahan basah untuk mengelola limbah air terproduksi dampak dari kegiatan operasionalnya. Inovasi yang dilaksanakan untuk mendukung capaian Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 tersebut dipaparkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Vice President Facility Engineering PHR, Erwin Sinisuka, menjelaskan bahwa pengembangan lahan basah buatan merupakan salah satu upaya nyata PHR dalam menjalankan operasional ramah lingkungan yang sesuai dengan standar lingkungan hidup.
“Kami membuat lahan basah agar air buangan bisa terkelola dengan baik sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya pada sesi “Unlocking the Potentials of Nature Based Solutions for Adaptation and Mitigation of Climate Change” di Pavilion Indonesia pada COP-28, Jum’at (1/12).
Inovasi berbasis alam atau Nature-Based Solution (NBS) ini dilakukan untuk mengelola limbah air terproduksi atau limbah air terbuang pasca proses produksi energi. Pengelolaan limbah air terproduksi dilakukan dengan lahan basah buatan (constructed wetland) yang berbasis teknologi hidro. Lahan basah buatan ini dibentuk dengan teknik hydraulic loading rate, sehingga pengelolaannya cukup menggunakan gravitasi.
PHR telah membangun lahan basah buatan seluas 5.000 m2 di salah satu wilayah kerja Rokan, Riau. Ini merupakan proyek awal inovasi pengelolaan limbah. Saat ini, PHR sedang mengembangkan 14 konstruksi lahan basah di wilayah kerjanya tersebut.
Lahan basah buatan tersebut telah berhasil mengurangi emisi sebesar 1.341 tCO2eq selama Januari hingga Oktober 2023. Dampak positif lainnya adalah pembuangan limbah air juga berkurang. Sebelum adanya konstruksi, pembuangan air mencapai 11.30 barrels water per day (bwpd). Sedangkan kini hanya sebesar 7.217 bwpd.
Pembuatan lahan basah bukan hanya sebagai aktivitas pengelolaan limbah, melainkan juga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. PHR berkolaborasi dengan masyarakat setempat untuk mengelola lahan basah. Bahan dan tanaman penyangga yang digunakan di lokasi tersebut berasal dari lokal, salah satunya sabut kelapa yang digunakan sebagai penyaring. Selain itu, air yang sudah disaring bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga tidak ada yang terbuang.
“Masyarakat akan selalu menjadi pusatnya, karena keterlibatan mereka bisa menjadi kunci sukses pengelolaan lahan basah,” ungkap Erwin.
Vice President Upstream Business Operational Excellence Health, Safety, and Environmental PHR, I Nyoman Widaryantha Naya, menambahkan bahwa dengan hadirnya lahan basah buatan ini turut menjadi wilayah serapan air yang dapat mengurangi risiko terjadinya banjir.
“Lahan basah buatan ini juga banyak manfaat lainnya untuk masyarakat. Warga setempat juga kini menggunakan kawasan tersebut menjadi jalur transportasi skala kecil dengan menggunakan perahu,” ujar Nyoman.