Ditjen IKFT Fokus Petakan Hilirisasi Mineral Non-Logam •

Ignatius Warsito.

Jakarta, – Kementerian Perindustrian terus mendorong sejumlah sektor agar mampu berkontribusi sampai 20 persen terhadap PDB industri  non-migas, termasuk agar ekspornya lebih bagus. Hal ini sebagai bagian dari upaya percepatan hilirisasi di sektor industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT),

Menurut Plt. Direktur Jenderal IKFT Kemenperin, Ignatius Warsito, dengan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat, maka sejumlah sektor bisa mendapatkan  prioritas pengembangannya. Apalagi, bila didukung dengan kinerja yang semakin meningkat di tengah tekanan dampak perekonomian global yang belum stabil.

“Saya masih optimistis, sektor IKFT terus bertumbuh positif, termasuk nanti di semester kedua tahun 2023 ini. Adapun sejumlah sektor yang kini masih dipetakan terkait hilirisasi di antaranya adalah sektor migas dan batubara, karet, hasil hutan (termasuk rayon), dan mineral non-logam,” ungkap Warsito dalam perbincangannya dengan sejumlah wartawan beberapa waktu lalu.

Dalam upaya pengoptimalan produk dalam negeri, Kemenperin juga aktif melaksanakan program business matching. Misalnya, beberapa waktu lalu, Ditjen IKFT memboyong para pelaku industri binaannya untuk mengunjungi IKN Nusantara.

“Ini menjadi upaya kami untuk memaksimalkan penyerapan produk IKFT, karena sebagian besar rata-rata nilai TKDN produknya sudah di atas 40 persen. Artinya, produk tersebut sudah wajib dibeli. Dari total pembangunan infrastruktur IKN Nusantara, kami menargetkan minimal 30 persen produk IKFT dari industri dalam negeri turut berkontribusi,” paparnya.

Guna mencapai sasaran tersebut, menurut Warsito, diperlukan koordinasi yang kuat dengan para pemangku kepentingan terkait. Hal ini untuk membangun ekosistem industri secara terintegrasi dan holistik.

“Salah satu caranya adalah memacu hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi terhadap bahan baku dalam negeri,” ungkapnya.

Di sektor pengolahan bahan galian non-logam, Ditjen IKFT Kemenperin fokus terhadap hilirisasi empat komoditas mineral strategis. Keempat komoditi tersebut adalah silika, grafit, ilmenit, dan aspal buton.

“Istilahnya ada mutiara yang terpendam, yang perlu kita optimalkan lagi nilai tambahnya, yaitu silika, grafit, ilmenit, dan aspal buton,” papar Warsito.

Untuk material silika, potensi bahan bakun tersebut masih sangat melimpah. Nilai tambahnya pun bisa dijadikan produk turunan untuk pembuatan solar panel dan semikonduktor.

“Untuk silika ini, kami sudah mulai membuat kajian,” jelasnya.

Untuk bahan baku grafit, hilirisasinya akan diifokuskan untuk bahan baku pendukung pembuatan baterai kendaraam listrik. Sementara ilmenit, yang merupakan hasil samping dari tambang timah, punya komponen yang bisa diproses lanjut karena ada nilai tambahnya, seperti titanium.

“Untuk aspal buton, kita punya potensi yang sangat besar di Pulau Buton, dan masih perlu dimaksimalkan pemanfaatannya. Ada 17 industri pengolahannya di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi,” ungkap Warsito.

Sepanjang tahun 2022, nilai investasi di sektor pengolahan bahan galian non-logam mengalami kenaikan hampir 25 persen dibandingkan tahun 2021. Pada semester I-2023, investasi baru mencapai Rp 7,3 triliun atau bertumbuh 26,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kimia Hilir

Di sektor kimia hilir, Ditjen IKFT sedang mendorong peningkatan hilirisasi komoditas karet menjadi produk turunan yang bernilai tambah tinggi seperti produk karet untuk mendukung pembangunan infrastruktur.

“Produknya itu dapat digunakan di pelabuhan atau bendungan. Upaya ini diyakini dapat menekan impor atau sejalan dengan kebijakan substitusi impor,” jelas Warsito.

Potensi hilirisasi barang karet cukup lebar karena Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Degan begitu, potensi penggunaannya juga cukup besar, sehingga perlu ditingkatkan lagi produktivitasnya.

Apalagi, industri di dalam negeri sudah banyak yang mengolah crumb rubber menjadi beragam produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Untuk produk ban, sudah 70 persen diekspor.

“Saat ini, kami terus memacu produksi ban radial untuk kendaraan besar dan alat berat,” tuturnya.

Menurut Warsito, Indonesia memiliki luas areal perkebunan karet seluas 3,7 juta hektare dan produksinya mencapai 3,12 juta ton per tahun. Kapasitas produksi ini setara 23,6 persen dari produksi global.

“Adapun realisasi investasi di industri karet dan plastik yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 7,3 triliun,” jelasnya.