Ini PR Menteri ESDM Baru untuk Percepat Transisi Energi •

Serah terima jabatan Menteri ESDM.
Jakarta, – Institute Essential for Services Reform (IESR) berharap komitmen transisi energi menuju net-zero emission (NZE) tahun 2060 atau lebih awal dapat dilanjutkan di masa kepemimpinan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM yang baru. Begitu pula dengan upaya untuk mencapai target energi terbarukan 23 persen di tahun 2025, dapat diperkuat
“IESR mengucapkan selamat atas pelantikan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM yang baru. IESR juga menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi dedikasi dan kinerja mantan Menteri ESDM 2019-2024, Arifin Tasrif,” ungkap Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, Senin (19/8).
Di bawah kepemimpinan Menteri ESDM Arifin Tasrif, menurut Fabby, sejumlah langkah strategis telah diambil untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan meletakkan fondasi bagi transisi energi di Indonesia. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini juga mengatur strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU.
Selama menjabat, Arifin berusaha mendorong transisi energi dengan menetapkan target net-zero emission di tahun 2060 atau lebih awal, mendorong percepatan energi terbarukan melalui pengaturan mengenai PLTS atap dan Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTS atap 3,6 GW di 2025, implementasi kendaraan listrik, pengakhiran operasi PLTU dan meletakan fondasi bagi implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP), yang diluncurkan pada November 2022 di sela-sela KTT G20. Walaupun energi terbarukan tidak bertumbuh sesuai dengan ekspektasi, keputusannya untuk mengakhiri pembangunan PLTU baru oleh PLN, memberikan landasan yang kuat untuk peningkatan penetrasi energi terbarukan, seiring dengan mulai meningkatnya permintaan listrik kembali ke periode sebelum pandemi.
“Kami berharap komitmen transisi energi menuju net-zero emission (NZE) tahun 2060 atau lebih awal dapat dilanjutkan dan upaya untuk mencapai target energi terbarukan 23 persen di tahun 2025 diperkuat di masa kepemimpinan Bahlil Lahadalia,” ungkap Fabby.
Dia menilai beberapa tugas krusial yang perlu Bahlil tuntaskan, termasuk implementasi peta jalan pengakhiran operasi PLTU yang diamanatkan dalam Perpres No. 112/2022. Peta jalan ini, yang seharusnya telah disusun oleh Kementerian ESDM dengan persetujuan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, memberikan kepastian hukum bagi PT PLN (Persero) dalam melaksanakan program pensiun dini PLTU, termasuk Pensiun Dini PLTU Cirebon 1 pada Desember 2035 dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM).
“Kajian IESR menunjukkan bahwa seluruh PLTU harus dihentikan secara bertahap sebelum 2045, dan 80 persen di antaranya harus dihentikan sebelum 2040 untuk selaras dengan tujuan pembatasan pemanasan global sebesar 1,5 derajat Celcius sesuai Persetujuan Paris. Langkah ini akan mempercepat penetrasi energi terbarukan yang harus mencapai 40 persen dalam bauran energi primer di tahun 2030,” kata Fabby.
Dia pun mengingatkan pentingnya akselerasi pemanfaatan energi terbarukan untuk mencapai 23 persen di tahun 2025. Sayangnya, bauran energi terbarukan hanya sekitar 13,09 persen pada tahun 2023, dan masih jauh dari target di tahun 2025.
“Berkaca dari kondisi tersebut, transisi energi Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat, dari Presiden maupun Menteri ESDM untuk mengorkestrasi pemanfaatan energi terbarukan yang tinggi,” ujar Fabby.
Mengingat masa bakti kabinet tinggal dua bulan, dalam jangka pendek Menteri Bahlil perlu memastikan agar PLN berkomitmen meningkatkan kapasitas energi terbarukan dalam RUPTL 2024, mendorong agar “power wheeling” masuk dalam draft RUU EBET sebagai salah satu strategi meningkatkan partisipasi swasta dan BUMN untuk berinvestasi pada energi terbarukan, dan menyelesaikan pembahasan RPP Kebijakan Energi Nasional tanpa menurunkan target bauran energi terbarukan dan memastikan target yang selaras dengan Paris Agreement.
Fabby juga mengingatkan Menteri Bahlil untuk memastikan implementasi JETP dapat berjalan sesuai rencana, dengan memberikan prioritas pada penyiapan daftar proyek energi terbarukan yang layak didanai (bankable) dan reformasi kebijakan-kebijakan yang selama ini menghalangi investasi energi terbarukan. Bahli perlu memberikan jaminan bahwa Pemerintah tidak akan mundur dari komitmen transisi energi untuk menjaga kepercayaan negara-negara mitra mendukung transisi energi di Indonesia.
“Implementasi JETP membutuhkan konsistensi dan komitmen jangka panjang. Oleh karena itu, Menteri ESDM yang baru perlu menjaga kesinambungan kebijakan dan memastikan bahwa dukungan dari mitra internasional tetap solid dalam mendorong transisi energi di Indonesia,” tegasnya.