Transisi Energi Jadi Momentum Bagi Perbaikan Hulu Migas •

ROAD TO IPA CONVEX 2024. Wakil Ketua Panitia IPA Convex 2024, Leony Lervyn, Anggota Tim Energyi Bimasena, Widhyawan Prawiraatmadja, Dosen Universitas Pertamina, A. Rinto Pudyantoro, dan Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, berbicara di sela-sela acara Media Briefing berjudul “Menanti Arah Pemimpin Baru di Sektor Migas” di Jakarta, Kamis (1/2/).

Jakarta, – Era transisi energi dapat dijadikan momentum bagi perbaikan sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Apalagi, gas bumi merupakan jawaban atas kebutuhan energi di tengah masifnya dorongan global untuk menurunkan emisi karbon.

Namun, dibutuhkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan potensi gas bumi yang ada agar segera dapat dimonetisasi. Begitu pula dengan masalah infrastruktur gas, yang sudah menjadi tantangan sebelumnya.

Menurut praktisi migas, Widhyawan Prawiraatmadja, keberlanjutan investasi di sektor hulu migas harus dijaga hingga mencapai tahap monetisasi. Contohnya temuan-temuan sumber daya baru yang terjadi di Wilayah Kerja South Andaman, Aceh, dan Wilayah Kerja Geng North, Kalimantan Timur.

“Pertanyaannya, bagaimana supaya Indonesia dapat jadi tempat nyaman?” ujar Widhyawan dalam diskusi berjudul “Menanti Arah Pemimpin Baru di Sektor Migas” yang diselenggarakan oleh Indonesia Petroleum Association (IPA), Kamis (1/2).

Menurutnya, para investor melihat dari dari berbagai hal, seperti sumber daya dan kemudahan berusaha. Hal itu menjadi sangat penting. Penemuan sumber daya gas bumi yang ada harus menjadi momentum bagi pemerintah. Tak bisa dipungkiri jika gas bumi akan mendominasi temuan migas di Indonesia saat ini dan ke depannya.

“Jadi gas itu isunya adalah monetisasi. Akan sangat berbeda keekonomiannya jika sebuah lapangan baru dapat dimonetisasi selama sepuluh tahun atau enam tahun,” ungkap Widhyawan.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa gas bumi dapat menjadi jembatan menuju era Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Oleh karena itu, dia mengaku tidak akan kaget jika kebutuhan gas bumi ke depannya akan terus meningkat.

“Karena tidak ada pilihan lain dalam era transisi energi, jika kita mau menggunakan energi yang rendah emisi,” ujar Widhyawan.

Dia juga mengungkapkan adanya tantangan nyata yang harus dihadapi dalam konteks pengembangan gas bumi di Indonesia. Menurutnya, tata kelola gas bumi yang ada saat ini dinilai belum menunjukkan adanya keberpihakan dari pemerintah kepada sektor hulu. Hal tersebut bisa dilihat dari penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang diberlakukan pemerintah untuk beberapa sektor industri.

“Kebijakan harga gas itu ada berbagai kepentingannya. Kita tahu LPG harganya dibuat murah, tetapi membuat distorsi karena harga hulu yang justru dibatasi,” ungkapnya.

Kebijakan Fiskal

Dalam kesempatan yang sama, Akademisi Ekonomi dan Energi dari Universitas Pertamina, A. Rinto Pudyantoro,  mengatakan Pemerintah ke depan wajib menjaga kondisi yang kondusif dan mengurangi polemik di sektor energi. Ini harus dilakukan demi memastikan terjaganya iklim investasi yang baik di Indonesia.

“Keributan akibat aturan kontroversial pasti akan membuat investor berpikir ulang. Sektor migas itu kalau nggak ribut atau tenang-tenang saja selama lima tahun ke depan diyakini akan berkembang. Justru yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada periode tersebut adalah sejumlah pembenahan atau perbaikan pada beberapa persoalan yang dianggap menganggu operasional, seperti perijinan dan tax treaty,” ujar Rinto.

Menurutnya, dari 12 instrumen yang berpengaruh pada keputusan berinvestasi di Indonesia, terdapat satu instrumen yang dikendalikan oleh Pemerintah 100 persen, yaitu kebijakan fiskal. Untuk itu, Pemerintah perlu memastikan kebijakan fiskal yang dibuatnya akan meningkatkan gairah investor untuk berinvestasi.

“Pemerintah memiliki kendali 100 persen terhadap kebijakan fiskal. Pemerintah bisa melakukan perubahan kebijakan apa saja dan kapan saja. Oleh karena itu, kebijakan tersebut seharusnya berdampak pada kemudahan berinvestasi,” tegasnya.

Rinto mengungkapkan, iklim investasi sektor hulu migas Indonesia memang mulai menunjukkan pergerakan yang positif. Menurut data SKK Migas, realisasi investasi hulu migas pada tahun 2023 mencapai US$ 13,7 miliar, naik dari dari tahun sebelumnya sebesar US$ 12,1 miliar. Tahun ini, SKK Migas menargetkan nilai investasi hulu migas akan meningkat mencapai US$ 17,7 miliar.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, yang ditemui di sela-sela acara  mengungkapkan bahwa temuan beberapa sumber daya gas bumi dalam jumlah besar belakangan ini seharusnya bisa menimbulkan kepercayaan diri bagi para pelaku usaha, di tengah kondisi banyaknya lapangan tua dan target produksi migas yang terus menurun.

“Saya kok sekarang melihat sektor hulu migas Indonesia seperti sedang take off. Untuk itu, momen yang ada saat ini sangat penting dijaga dan didukung oleh berbagai kebijakan yang tepat dari pemerintah. Harus diakui bahwa ada banyak hal yang berubah dalam tata cara pengelolaan di sektor hulu migas saat ini dimana kita sedang menuju ke arah yang benar. Kita harus terus mendorongnya,” ujar Marjolijn.