Upaya Mendorong Efektivitas Pemenuhan Kuota PLTS Atap •

PLTS Atap di bangunan sebuah pabrik di Gresik, Jawa Timur.

Jakarta,  – Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah menetapkan kuota PLTS Atap untuk PLN. Apalagi, kebijakan ini sudah dinantikan oleh konsumen dan pelaku usaha PLTS atap. Namun IESR menyoroti pembagian kuotanya yang masih pada sistem kelistrikan, bukan dibagi sesuai clustering atau subsistem seperti yang diatur dalam Permen ESDM No. 2/2024.

Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, adanya ketentuan pembagian kuota PLTS Atap pada tingkat subsistem/cluster sistem tenaga listrik akan memberikan kejelasan bagi konsumen dan juga kepastian investasi bagi para pelaku usaha PLTS Atap. Pasalnya, dengan ketiadaan mekanisme net-metering, PLTS Atap akan lebih banyak dilakukan untuk pelanggan komersial dan industri (Commercial and Industry/C&I).

“Pembagian per subsistem  memberikan informasi yang lebih transparan bagi konsumen untuk membaca peluang mereka mengajukan permohonan pemasangan PLTS Atap. Oleh karenanya Dirjen Ketenagalistrikan harus memastikan PLN segera menyampaikan pembagian per cluster sebelum bulan Juli saat masa permohonan dimulai,” ungkap Fabby, Jum’at (7/6).

Kementerian ESDM mengatur Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PLN Tahun 2024-2028 melalui SK Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.K/TL.03/DJL.2/2024. Pembagian kuota ini berdasarkan sistem tenaga listrik.

Total kuota PLTS atap di 11 sistem tenaga listrik periode tahun 2024-2028 adalah 5.746 MW, dengan rincian kuota sebesar 901 MW tahun pada 2024, 1.004 MW pada 2025, 1.065 MW pada 2026, 1.183 MW pada 2027, dan 1.593 MW pada 2028.

IESR mendorong Kementerian ESDM agar secara aktif mensosialisasikan Permen PLTS Atap dan pembagian kuota PLTS Atap kepada konsumen dan mekanismenya. Pemerintah juga harus proaktif mengingatkan pemegang Izin Usaha Pemegang Tenaga Listrik (IUPTLU) lainnya untuk segera menyampaikan kuota kapasitas sebelum Juli. Kuota PLTS Atap yang baru dikeluarkan untuk PLN masih belum sesuai dengan target Program Strategis Nasional PLTS Atap Nasional sebesar 3,6 GW yang ditetapkan pada tahun 2021 oleh Permenko Perekonomian No. 7/2021.

Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu mencermati minat pelanggan dalam adopsi PLTS Atap. Dengan begitu, kuota PLTS Atap di tahun 2025 bisa meningkat, sebagai upaya mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025.

Dalam kesempatan yang sama, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, menegaskan bahwa peniadaan net-metering tidak terlalu berdampak pada tingginya minat pelanggan industri untuk menggunakan PLTS Atap. Apalagi, tujuan mereka memanfaatkan PLTS Atap adalah untuk pengurangan biaya energi serta memastikan proses manufaktur berkelanjutan (sustainable).

“Yang perlu dijelaskan adalah prosedur bila terjadi oversubscribe (permintaan melebihi kuota yang ditetapkan) pada cluster sistem tertentu,” ujar Marlistya.

Sementara minat dari pelanggan residensial, menurutnya, kemungkinan turun karena tingkat keekonomian yang berubah. Meski begitu, dengan semakin meluasnya informasi dan keinginan untuk menghemat biaya listrik, bisa jadi permintaan penggunaan juga akan tumbuh.

Tidak hanya itu, Marlistya menyebutkan bahwa penetapan kuota PLTS Atap ini bisa menjadi peluang bagi lembaga keuangan untuk menyokong skema pembiayaan yang menarik. Jika sebelumnya ceruk pasar tidak terlalu terlihat karena tidak adanya kuota, sekarang lembaga pembiayaan memiliki informasi tambahan untuk bisa melakukan asesmen komprehensif guna mengeluarkan produk pembiayaan hijau.